Pembelajaran daring, dua kata yang akhir-akhir ini sedang menjadi
topik perbincangan di dunia pendidikan. Bahkan dalam obrolan santai ada
celetukan, kalau dulu viral mendadak dangdut, sekarang yang viral adalah
mendadak daring, sehingga ada yang dibuat kaget olehnya.
Akibat munculnya pandemi covid-19 membuat dunia pendidikan harus
mengubah kebiasaan yang sudah bertahun-tahun dijalankan. Kebiasaan untuk selalu
bertatap muka antara pendidik dan peserta didik, saling bertegur sapa secara
langsung di antara mereka, melaksanakan kegiatan secara manual dan lain
sebagainya. Semua itu sementara harus diubah.
Akibat dari perubahan yang signifikan itu, dan dikuatkan dengan
munculnya kebijakan pemerintah membuat dunia pendidikan harus berbenah. Mulai
dari pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, bahkan sampai pada peserta didik
sekalipun. Semua harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada saat ini.
Dengan adanya kebijakan baru, tentunya ada yang siap dan juga ada yang
masih menuju siap. Beberapa orang berpandangan bahwa pembelajaran daring banyak
menyimpan kelemahan dalam pelaksanaannya. Diantaranya, (1) Cenderung dalam
prosesnya mengabaikan aspek sosial. Artinya, interaksi sosial antara pendidik
dengan peserta didik dan antar peserta didik sendiri menjadi berkurang.
Sehingga akibat yang nyata, hubungan sosial dan emosionalnya tidak sekuat saat
mereka bertemu dan berinteraksi secara langsung. (2) Pendidik jelas dituntut harus
mampu menguasai pembelajaran daring. Tidak hanya menguasai pembelajaran, tetapi
pendidik harus kreatif dan memiliki inovasi dalam prosesnya, sehingga peserta
didik menjadi tertarik untuk mengikutinya. Jika tidak memiliki banyak inovasi,
besar kemungkinan minat belajar peserta didik akan menurun, akibatnya target
akhir pembelajaran tidak akan tercapai. (3) Pembelajaran daring membutuhkan
motivasi belajar yang tinggi bagi peserta didik. Karena tanpa adanya motivasi belajar
yang tinggi, peserta didik akan kesulitan dalam mengikuti dan memahami materi
yang disampaikan. Ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pendidik
untuk mampu selalu membangkitkan motivasi belajar peserta didik, terlepas peserta
didik juga memiliki andil besar dalam menumbuhkan motivasi belajar dalam
dirinya. (4) Ketersediaan fasilitas pembelajaran daring yang belum merata. Jika
di kota-kota besar mungkin tidak ada masalah dalam hal ini, namun di
daerah-daerah pinggiran masih sering kita temukan. Mulai dari jaringan wifi
yang kadang sulit untuk didapatkan, kemampuan peserta didik dalam menyediakan paket
data, hp yang mungkin belum standar dan lain sebagainya.
Namun di balik semua itu, banyak kelebihan yang dapat dirasakan dengan
adanya perubahan ini. Dengan kebijakan pembelajaran daring ini, (1) Komunikasi
dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dan efektif. Kita tidak perlu menunggu
harus bertemu secara langsung, namun dengan adanya kebiasaan pembelajaran
daring, kita menjadi lebih siap setiap saat untuk berkomunikasi dan belajar.
(2) Kita dapat mengakses pembelajaran secara lebih luas. Dulu kita mengikuti kegiatan
diskusi atau seminar harus menunggu waktu yang tepat untuk dapat hadir secara
langsung. Bahkan kita sering terkendala dengan batas ruang dan waktu. Tetapi
sekarang sudah tidak lagi. Di manapun kita berada, kita dapat mengikutinya.
Bahkan tidak hanya terbatas di daerah sendiri, di level yang lebih tinggi
tingkat nasional sekalipun misalnya, kita juga dapat dengan mudah untuk mengikutinya.
Tentunya malah dengan cakupan peserta dari daerah seantero nusantara. (3) Peserta
didik menjadi terbiasa belajar dengan tidak tergantung pada keberadaan pendidik.
Jika dulu ada peserta didik yang belajar hanya saat berada di hadapan pendidik,
secara bertahap hal itu akan terkikis. Sehingga kesadaran belajar untuk
kepentingan masa depannya akan tumbuh dengan sendirinya.
Mengubah kebiasaan memang terkesan berat. Apalagi jika kebiasaan itu
sudah mengakar atau bahkan menyatu dengan urat nadi kita. Namun, ketika ada
niatan yang kuat dan tindakan yang nyata, maka tidak ada yang tidak mungkin.
Sebuah perubahan memang membutuhkan proses yang panjang. Perubahan juga
membutuhkan keberanian. Berani untuk menerima kritik, berani untuk berpikir
positif dan berani untuk menjadi lebih baik. Hari ini dunia pendidikan
membutuhkan orang-orang yang mau berpikir positif, orang-orang yang mampu
menebar optimisme, bukan orang-orang yang suka menebar kebencian membabibuta. Dengan
begitu, suatu saat kita akan berada pada titik di mana kita merasa bangga
dengan perjuangan yang telah kita lakukan bersama.