Senin, 29 Juni 2020

Mendadak Dangdut, Bukan Mendadak Daring


Pembelajaran daring, dua kata yang akhir-akhir ini sedang menjadi topik perbincangan di dunia pendidikan. Bahkan dalam obrolan santai ada celetukan, kalau dulu viral mendadak dangdut, sekarang yang viral adalah mendadak daring, sehingga ada yang dibuat kaget olehnya.

Akibat munculnya pandemi covid-19 membuat dunia pendidikan harus mengubah kebiasaan yang sudah bertahun-tahun dijalankan. Kebiasaan untuk selalu bertatap muka antara pendidik dan peserta didik, saling bertegur sapa secara langsung di antara mereka, melaksanakan kegiatan secara manual dan lain sebagainya. Semua itu sementara harus diubah.

Akibat dari perubahan yang signifikan itu, dan dikuatkan dengan munculnya kebijakan pemerintah membuat dunia pendidikan harus berbenah. Mulai dari pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, bahkan sampai pada peserta didik sekalipun. Semua harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada saat ini.

Dengan adanya kebijakan baru, tentunya ada yang siap dan juga ada yang masih menuju siap. Beberapa orang berpandangan bahwa pembelajaran daring banyak menyimpan kelemahan dalam pelaksanaannya. Diantaranya, (1) Cenderung dalam prosesnya mengabaikan aspek sosial. Artinya, interaksi sosial antara pendidik dengan peserta didik dan antar peserta didik sendiri menjadi berkurang. Sehingga akibat yang nyata, hubungan sosial dan emosionalnya tidak sekuat saat mereka bertemu dan berinteraksi secara langsung. (2) Pendidik jelas dituntut harus mampu menguasai pembelajaran daring. Tidak hanya menguasai pembelajaran, tetapi pendidik harus kreatif dan memiliki inovasi dalam prosesnya, sehingga peserta didik menjadi tertarik untuk mengikutinya. Jika tidak memiliki banyak inovasi, besar kemungkinan minat belajar peserta didik akan menurun, akibatnya target akhir pembelajaran tidak akan tercapai. (3) Pembelajaran daring membutuhkan motivasi belajar yang tinggi bagi peserta didik. Karena tanpa adanya motivasi belajar yang tinggi, peserta didik akan kesulitan dalam mengikuti dan memahami materi yang disampaikan. Ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pendidik untuk mampu selalu membangkitkan motivasi belajar peserta didik, terlepas peserta didik juga memiliki andil besar dalam menumbuhkan motivasi belajar dalam dirinya. (4) Ketersediaan fasilitas pembelajaran daring yang belum merata. Jika di kota-kota besar mungkin tidak ada masalah dalam hal ini, namun di daerah-daerah pinggiran masih sering kita temukan. Mulai dari jaringan wifi yang kadang sulit untuk didapatkan, kemampuan peserta didik dalam menyediakan paket data, hp yang mungkin belum standar dan lain sebagainya.

Namun di balik semua itu, banyak kelebihan yang dapat dirasakan dengan adanya perubahan ini. Dengan kebijakan pembelajaran daring ini, (1) Komunikasi dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dan efektif. Kita tidak perlu menunggu harus bertemu secara langsung, namun dengan adanya kebiasaan pembelajaran daring, kita menjadi lebih siap setiap saat untuk berkomunikasi dan belajar. (2) Kita dapat mengakses pembelajaran secara lebih luas. Dulu kita mengikuti kegiatan diskusi atau seminar harus menunggu waktu yang tepat untuk dapat hadir secara langsung. Bahkan kita sering terkendala dengan batas ruang dan waktu. Tetapi sekarang sudah tidak lagi. Di manapun kita berada, kita dapat mengikutinya. Bahkan tidak hanya terbatas di daerah sendiri, di level yang lebih tinggi tingkat nasional sekalipun misalnya, kita juga dapat dengan mudah untuk mengikutinya. Tentunya malah dengan cakupan peserta dari daerah seantero nusantara. (3) Peserta didik menjadi terbiasa belajar dengan tidak tergantung pada keberadaan pendidik. Jika dulu ada peserta didik yang belajar hanya saat berada di hadapan pendidik, secara bertahap hal itu akan terkikis. Sehingga kesadaran belajar untuk kepentingan masa depannya akan tumbuh dengan sendirinya.

Mengubah kebiasaan memang terkesan berat. Apalagi jika kebiasaan itu sudah mengakar atau bahkan menyatu dengan urat nadi kita. Namun, ketika ada niatan yang kuat dan tindakan yang nyata, maka tidak ada yang tidak mungkin. Sebuah perubahan memang membutuhkan proses yang panjang. Perubahan juga membutuhkan keberanian. Berani untuk menerima kritik, berani untuk berpikir positif dan berani untuk menjadi lebih baik. Hari ini dunia pendidikan membutuhkan orang-orang yang mau berpikir positif, orang-orang yang mampu menebar optimisme, bukan orang-orang yang suka menebar kebencian membabibuta. Dengan begitu, suatu saat kita akan berada pada titik di mana kita merasa bangga dengan perjuangan yang telah kita lakukan bersama.

Selasa, 23 Juni 2020

Berorganisasi, Pilihan ataukah Keharusan?


Dalam sebuah perbincangan kecil di kantin sekolah, sedikit terjadi perdebatan tentang munculnya pertanyaan menarik. Sebenarnya perlukah masuk dan aktif dalam sebuah organisasi di sekolah?

Ada dua anak yang memiliki pandangan berbeda. Satu anak berpandangan bahwa tujuan sekolah adalah untuk mencari ilmu, sehingga fokusnya harus pada mata pelajaran. Tapi anak lain berpandangan, benar kita masuk sekolah dengan tujuan untuk mencari ilmu, namun tidak cukup hanya ilmu dari mata pelajaran. Karena ilmu atau materi dari mata pelajaran belum cukup untuk bekal hidup, sehingga perlu pendampingnya yaitu pengalaman di lapangan yang salah satunya melalui pembelajaran di dalam sebuah organisasi.

Berpendapat adalah hak, sehingga siapapun tidak dapat melarangnya. Bagi orang tertentu boleh saja berpandangan bahwa tujuan sekolah adalah untuk belajar ilmu mata pelajaran. Memang banyak mata pelajaran yang harus dipelajari di sekolah. Belum lagi tugas dan kesibukan lain akibat dari proses pembelajaran. Bahkan kecenderungan orang lain termasuk mungkin sebagian orang tua mengukur keberhasilan belajar anaknya di sekolah dari nilai pelajaran yang tertera di dalam raport. Ketika nilai di dalam raport terlihat kecil, sudah dianggap anaknya gagal dan perlu peningkatan belajar. Kalau perlu peningkatan belajar iya, tapi kalau gagal belum tentu.

Orang lain berpandangan tidak cukup hanya belajar ilmu mata pelajaran di sekolah. Dibutuhkan pengalaman lapangan sebagai bekal perjuangan di tahapan berikutnya dalam kehidupan. Ilmu pelajaran penting, tapi pengalaman juga penting. Pengalaman di lapangan dapat diperoleh salah satunya dari pembelajaran dalam mengelola sebuah organisasi. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan masuk dan aktif di sebuah organisasi. Selain dapat menambah pengalaman di lapangan, masuk dan aktif di sebuah organisasi akan dapat menambah kepekaan sosial dan juga dapat dijadikan sebagai media penyegaran setelah proses pembelajaran materi pelajaran.

Banyak pengalaman yang didapat saat seseorang mengelola sebuah organisasi. Untuk mempermudah pemahaman, organisasi dapat diumpamakan sebagai rumah tangga. Bagaimana seseorang mampu mempertahankan keutuhan rumah tangganya, membuatnya tetap hidup, menyelesaikan semua konflik yang ada di dalamnya dan lain sebagainya. Ini adalah sebuah pembelajaran yang mendalam. Ketika seseorang sudah terbiasa untuk mempelajarinya sejak dini, maka nantinya mereka akan lebih siap dalam menjalani kehidupan yang sebenarnya.

Memang di tataran siswa kadang merasa sulit ketika dihadapkan pada dua pilihan, antara fokus pelajaran atau organisasi. Padahal di sini sebenarnya bukan pilihan, tetapi lebih tepatnya adalah harus saling berdampingan. Antara kemampuan akademik dan nonakademik harus seiring sejalan. Kemampuan akademik adalah kemampuan dalam menguasai ilmu dari mata pelajaran, sedangkan kemampuan nonakademik adalah kemampuan lain di luar mata pelajaran yang salah satunya didapat dari sebuah organisasi.

Dua hal ini bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Siswa harus mampu dalam pembelajaran bidang akademik, selain itu juga harus menguasai ilmu dalam bidang nonakademik. Dengan begitu, ketika siswa mampu menyandingkan kedua hal ini, maka dia akan memiliki kesiapan yang lebih dalam menjalani hiruk pikuk perjuangan di tahapan berikutnya dalam kehidupan yang nyata.

Jumat, 12 Juni 2020

Beban, Target dan Pengalaman


Banyak cara yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk sejenak tertawa lepas dan meninggalkan semua masalah yang sedang dialaminya. Karena kita sadar bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang tidak memiliki masalah. Beberapa orang pernah sambil bersenda gurau mengatakan bahwa orang gila tidak memiliki beban masalah, namun ungkapan itu belum tentu benar. Mungkin juga orang gila memiliki beban masalah layaknya orang normal atau bahkan lebih.

Beban masalah dalam hidup memang cenderung bersifat subjektif. Artinya tergantung siapa yang merasakannya. Ada kalanya orang tertentu merasakan beban masalah dalam hidupnya sangat berat, namun menurut orang lain hanya biasa saja. Karena mungkin orang yang mengatakan biasa saja sudah pernah merasakan yang lebih berat dari yang pernah dirasakan oleh orang lain. Misalkan bagi pelajar menganggap pekerjaan rumah menjadi beban, mahasiswa menganggap tugas kuliah menjadi beban, pemuda menganggap pekerjaan menjadi beban, orang tua menganggap biaya hidup menjadi beban dan lain sebagainya. Jika beban itu dibalik, subjektifitasnya akan kelihatan.

Berbicara beban masalah dalam hidup tidak dapat lepas dari sebuah pengalaman. Semakin seseorang sering mengalami beban hidup dengan berbagai tingkatan, semakin pula orang itu memiliki banyak pengalaman. Sehingga jika nantinya menghadapi beban hidup yang lagi-lagi menurut orang lain berat, maka akan terasa biasa saja atau bahkan lebih ringan karena sudah memiliki banyak pengalaman dalam menghadapinya.

Tapi semua itu kembali pada bagaimana seseorang menyikapi dan “mengelola” beban masalah hidupnya masing-masing. Apakah kita perlu lari dan menjauh dari beban permasalahan? Mungkin itu bukan solusi. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk menghadapi beban permasalahan yang dialaminya. Pertama dengan memanfaatkan hobi. Kita harus mengingat kembali apa hobi yang kita miliki. Kadang kita tidak sadar bahwa sebenarnya Tuhan memberikan anugerah yang sangat besar kepada kita dengan memberikan hobi. Karena tidak ada manusia yang mampu memberikan hobi kepada kita, kalau sekedar pembiasaan mungkin iya. Hobi berasal dari dalam diri seseorang yang langsung diturunkan oleh Tuhan. Dan bahkan banyak orang yang mengatakan hobi tidak dapat diwakilkan. Jika seseorang melakukan hobi itu, secara tidak sadar dia akan terbawa alur untuk menikmatinya dengan penuh perasaan senang dan lupa dengan masalah yang dialaminya. Misalkan hobi memancing, bermain sepak bola, bermain musik, membaca, menulis dan lain sebagainya. Tapi, bukan berarti jika kita melihat orang yang melakukan hobi langsung kita simpulkan bahwa orang itu memiliki beban permasalahan.

Yang kedua dengan memanfaatkan media curah masalah. Kadang ada orang yang memiliki masalah dalam hidupnya tapi bingung ke mana harus berbagi. Bukan berbagi masalah, tapi berbagi cerita. Banyak tempat untuk menuangkan sebagian atau bahkan seluruh cerita beban masalahnya. Diantaranya, jika kita memang percaya kepada orang lain boleh lah kita berbagi cerita dengan sesama, tapi dengan catatan harus memang benar-benar dengan orang yang dapat dipercaya. Karena jika tidak, maka akan dapat menimbulkan permasalahan baru. Namun, jika sulit mendapatkannya, kita dapat memanfaatkan media benda mati, misalkan secarik kertas dan pena. Kita ceritakan semua yang kita rasakan pada “mereka”. Biarkan benda mati itu menjadi saksi betapa berat atau ringannya masalah yang pernah kita hadapi. Sehingga suatu ketika kita dapat melihatnya kembali dan sejenak bernostalgia dengan masalah yang pernah kita rasa, bukan untuk kembali pada masalahnya tapi jika memungkinkan kita ubah coretan curah masalah itu menjadi sesuatu yang produktif yang bersifat positif.

Yang ketiga dengan mengubah mindset terhadap masalah yang kita alami. Jika awalnya kita menganggap bahwa masalah yang kita alami sebagai beban, maka secara perlahan kita harus ubah menjadi target. Hal ini memang sulit, namun dengan niat dan tekad yang kuat maka tidak ada yang tidak mungkin. Mengubah beban menjadi target adalah sesuatu yang positif. Artinya dengan kita mengubah beban menjadi target, secara tidak langsung ada keinginan untuk menemukan solusi penyelesaian masalah yang tumbuh dalam diri. Amunisi inilah yang sangat dibutuhkan saat kita terbentur pada sebuah permasalahan yang menjadi beban. Ketika amunisi ini sudah tumbuh dalam diri, maka kita tinggal menyiram dan memupuknya hingga bersemai, pada akhirnya mampu menghiasi kehidupan kita menjadi lebih indah dan benar-benar dapat merasakan kebahagiaan yang nyata.

Minggu, 07 Juni 2020

Pelajar? Saya Harus Bagaimana?

Banyak orang yang mengatakan bahwa SMA adalah masa yang paling indah. Kalimat itu sangat relevan jika diperuntukkan bagi yang telah lulus dan menyelesaikan bangku putih abu-abu. Walaupun sebenarnya yang putih abu-abu seragamnya bukan bangkunya. Tapi menariknya, ketika muncul warna putih abu-abu, ingatan kita akan kembali menerawang jauh bagaimana kita merasakan indahnya cerita bak di dalam novel atau drama telenovela. Terlepas sebenarnya ada banyak juga kerikil tajam yang membuat kita tidak nyaman, namun kerikil tajam itu perlahan hilang tergelincir oleh derasnya air hujan, sehingga sekarang yang nampak di ingatan hanya kebahagian dan keindahan masa silam.

Kembali pada ungkapan SMA adalah masa yang paling indah. Mungkin ungkapan itu tidak berlaku bagi mereka yang saat ini masih menjalaninya. Lebih ekstrim lagi bagi sebagian kecil dari mereka merasakan bahwa SMA adalah masa yang penuh dengan luka. Setiap hari mereka harus bangun pagi, jika terlambat harus siap bertanggung jawab, mereka bertemu dengan guru yang mungkin kurang disukai, setiap hari dipaksa untuk membaca, harus mengerjakan tugas, harus disiplin dan juga harus tertib. Belum lagi ada masalah-masalah pribadi yang meretakkan hati. Misalkan memendam rasa cinta pada teman, melihat orang yang disukai malah menyukai orang lain, tidak berani mengungkapkan perasaan, diputus orang yang dicintai, ditinggalkan tanpa kata perpisahan dan bahkan ditolak cintanya oleh teman sendiri. Semua itu menjadi sebab ungkapan tersebut tidak relevan bagi sebagian dari mereka yang masih menjalaninya.

Tapi, kita harus mengingat kembali siapa kita. Kita adalah pelajar yang menjadi wadah untuk menyimpan banyak harapan. Siapa yang menyimpannya? Jelas yang pertama adalah orang tua kita. Tanpa kita sadari, orang tua memiliki harapan yang sangat besar kepada kita. Tidak ada di dunia ini orang tua yang tidak menginginkan anaknya sukses, sehingga nantinya dapat membawa orang tua menjadi lebih bahagia. Yang kedua adalah orang-orang yang ada di sekitar kita, mereka sangat menaruh harapan kepada kita. Mereka menginginkan kita untuk dapat menjadi contoh di lingkungannya. Sehingga, ketika kita diharapkan untuk dapat menjadi contoh, tentunya harus menjadi contoh yang baik. Ketiga adalah bangsa dan Negara. Bangsa dan Negara ini juga menaruh harapan besar pada kita. Ibu Pertiwi sangat berharap nantinya kita menjadi pemimpin bangsa yang mampu mengayomi dan menjaga tanah air ini.

Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pelajar untuk membuat orang-orang yang menyimpan harapannya tersenyum lega. Setidaknya berdasarkan pengamatan dan analisis penulis ada tiga hal utama yang harus dilakukan oleh pelajar. (1) Menguasai hati; (2) Menguasai otak; (3) Menguasai gerak.

Hati merupakan pengendali dalam diri. Bagaimana kita dapat menggunakan hati kita untuk mengendalikan hal-hal negatif yang kadang terdorong ingin kita lakukan. Selain itu, kita juga harus mampu menata hati kita untuk selalu dekat dengan Tuhan dimanapun kita berada. Jangan pernah lepas, karena kita harus ingat bahwa kekuatan terbesar semuanya berada pada-Nya. Dan kita hanya mampu untuk berusaha dan berdoa kepada-Nya.

Yang kedua adalah mampu menguasai otak. Sebagai pelajar sudah menjadi hal yang lumrah untuk memanfaatkan otak dengan baik. Jangan biarkan otak kita lemah. Asah terus hingga kita mampu menggunakannya. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengasah otak, diantaranya membiasakan diri untuk membaca, tidak malu bertanya kepada orang yang lebih paham, belajar dengan giat, sering berdiskusi untuk membahas materi dan masih banyak lagi. Sebagai salah satu indikator bahwa kita mampu mengasah otak kita dengan baik adalah berhasil dalam proses pembelajaran.

Yang ketiga, kita harus mampu menguasai gerak. Artinya kita harus aktif di lapangan. Aktif yang dimaksud adalah dalam hal positif. Misalkan, kita aktif dalam sebuah organisasi di sekolah, terlepas organisasi intra maupun ekstra. Jangan bermalas-malasan, karena ingat ketika kita aktif bergerak maka secara tidak langsung memori kita akan mencatatkan sebuah pengalaman, sehingga dengan pengalaman itu akan lebih mendekatkan kita menuju gerbang kesuksesan.


Tiga hal itu setidaknya dapat dilakukan oleh pelajar. Sekali lagi pelajar merupakan wadah untuk menyimpan harapan. Jangan pernah sia-siakan orang yang telah menaruh harapan besar pada kita. Mari kita mencatatkan keindahan di “masa silam”, agar nantinya kita dapat merasakan bahwa SMA adalah masa yang paling indah seperti yang pernah dirasakan oleh orang-orang yang hari ini telah berhasil menggenggam kesuksesan.

Kamis, 04 Juni 2020

Kekuatan yang Tersimpan

Pingkan Hendrayana

Sudah tahukah sebenarnya jika diri kita adalah pemuda? Untuk apa pemuda? Haruskah kita bangga sebagai pemuda? Banyak pertanyaan yang kadang berkecamuk ketika teringat dengan istilah pemuda.

Banyak orang yang menaruh kepercayaan untuk bertindak kepada pemuda. Bahkan pada kelompok tertentu, pemuda menjadi garda terdepan untuk melakukan sebuah gerakan. Contoh yang paling mudah dan sering terjadi di daerah pedesaan. Kebetulan penulis merupakan salah satu bagian yang ada di pedesaan, tepatnya sebagai warga desa.

Di desa, pemuda memiliki peran yang sangat sentral. Banyak kegiatan yang dipercayakan kepadanya. Bahkan seluruh kepercayaan yang dibebankan, maaf yang tepat bukan dibebankan akan tetapi dipercayakan kepada pemuda dapat dilaksanakan hampir dan bahkan sempurna. Terlepas kemudian ada satu atau dua yang di sini penulis tidak menuliskan istilah gagal tetapi tepatnya perlu evaluasi. Karena hal itu sifatnya manusiawi.

Artinya pemuda memiliki potensi yang sangat besar. Terlepas juga ada sebagian kecil dari golongan muda yang kadang acuh dalam sebuah gerakan atau kegiatan. Tinggal bagaimana masyarakat secara umum memberikan kepercayaan kepada mereka.

Karakter yang dimiliki oleh pemuda secara umum berdasarkan pengamatan penulis ada beberapa, diantaranya (1) Pemuda memiliki emosi yang tinggi; (2) Pemuda cenderung memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi; (3) Pemuda memiliki kekuatan yang lebih dalam bergerak; (4) Pemuda membutuhkan kepercayaan; (5) Pemuda membutuhkan pengakuan.

Pemuda memiliki emosi yang tinggi sehingga mudah sekali tersulut emosi, sehingga kita sering sekali melihat mereka melakukan tindakan yang berhubungan dengan emosi. Namun, di balik emosi yang tinggi ini, jika kita mampu mengendalikannya dengan baik, maka akan menjadi sebuah kekuatan yang positif dan berguna untuk banyak orang.

Pemuda cenderung memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi jika mendapatkan tugas. Artinya sekali mendapatkan tugas mereka akan lebih menyadari bahwa harus menjalankan tugas itu dengan tuntas. Bahkan jika pemuda berada dalam sebuah wadah, organisasi misalkan akan lebih membela dan memegang teguh nama baik organisasinya.

Selain hal di atas, pemuda juga memiliki kekuatan yang sangat besar dalam bergerak. Mereka total dalam menjalankan tugasnya. Selain memang dasarnya sudah memiliki daya dan power yang tinggi.

Satu hal lagi, pemuda membutuhkan sebuah kepercayaan. Memang pemuda terkesan acuh tak acuh dalam kehidupannya, atau bahkan cenderung suka melakukan tindakan semaunya sendiri yang penting sesuai dengan kesenangannya. Namun, sekali pemuda diberikan kepercayaan yang penuh, maka banyak yang akan dilakukannya. Bahkan kadang melebihi ekspektasi dari yang memberikan kepercayaan.

Ada satu hal lagi yang sangat penting dan harus didapat oleh pemuda. Yaitu pengakuan. Tidak banyak yang menjadi tuntutan, bahkan berdasarkan pengamatan penulis, tidak banyak pemuda yang cenderung membutuhkan imbalan berupa materi. Pengakuan lah yang lebih diinginkan. Dengan pengakuan itu akan menambah semangatnya untuk bergerak lebih total dan massif.

Melihat hal di atas, pemuda menyimpan kekuatan yang luar biasa. Tinggal bagaimana kita menggunakan dan memanfaatkan kekuatan itu secara optimal ke arah yang positif. Pemuda butuh niat, butuh kemauan dan butuh pengendalian yang bersumber dari dirinya sendiri. Satu lagi, pemuda juga butuh mentor yang siap untuk mendampingi, mengarahkan dan menginspirasi agar kekuatan yang dimilikinya dapat tersalurkan untuk kebaikan.

Salam Pemuda !

Trenggalek, 5 Juni 2020

Selasa, 02 Juni 2020

Tentang Manusia dan Diri Kita

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang memiliki akal sehat sehingga mereka (manusia) dapat berpikir tentang apa yang akan dilakukannya. Selain itu manusia juga merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lainnya.
Selain memiliki akal sehat, manusia juga memiliki nafsu yang telah dianugerahkannya, sehingga dengan nafsu inilah manusia seakan mempunyai keinginan yang begitu menggebu. Baik keinginan itu berupa hal yang positif, maupun negatif. Inilah ciri yang mendasar dari sosok makhluk yang dinamakan manusia.
Sebenarnya hewan juga makhluk ciptaan Tuhan, tapi hewan kurang sempurna, karena mereka tidak dianugerahi akal yang sehat oleh Tuhan. Sehingga mereka hanya bisa memiliki keinginan yang menggebu tetapi tidak mengetahui bagaimana ia dapat mengejawantahkan keinginan tersebut dan apa dampak dari keinginannya itu, akhirnya hanya sebuah kebrutalan yang dia miliki dan hanya sebuah kebuntuan pikir yang mereka alami.
Namun dibalik semua itu, kadang manusia juga ada  yang memiliki sifat seperti itu. Kalau dipikir memang benar jika ada manusia yang memiliki pemikiran seperti hewan, bukan memiliki fisik seperti hewan. Kita dapat melihat bagaimana kelakuan si manusia tersebut, memiliki kemiripan sifat atau tidak. Kalau memiliki berarti tidak salah.
Manusia kadang memang memiliki kecenderungan bersifat seperti hewan. Karena manusia juga memiliki nafsu. Kita tahu nafsu itu ada dua, yaitu nafsu untuk berbuat yang positif dan nafsu untuk berbuat negatif.
Pertama, nafsu untuk berbuat positif. Nafsu ini tidak membahayakan. Bahkan nafsu ini sangat baik ketika manusia mau dan mampu untuk mengembangkannya. Sudah jelas, ketika manusia menjalankan atau mengembangkan nafsu ini maka dia tidak akan membuat orang lain sengsara dan bahkan kadang malah membuat orang lain menjadi bahagia. Inilah kalau manusia melakukan nafsu yang positif. Tapi berbeda lagi jika manusia mengembangkan nafsu yang kedua.
Kedua, nafsu negatif. Nafsu ini cenderung bersifat merugikan dan menciptakan kejahatan di muka bumi. Ketika manusia mengembangkan, bahkan menjalankan nafsu ini, dia cenderung akan membuat orang lain merugi, bahkan nafsu ini dapat merusak.
Sangat bahaya jikalau manusia melakukan dan mengembangkan nafsu ini, karena kecenderungannya adalah dia tidak memiliki aturan sehingga apapun akan dia lakukan yang penting bisa memuluskan jalan menuju apa yang dia inginkan. Bahkan banyak orang yang mengatakan kalau dia akan menghalalkan segala cara untuk mewujudkan keinginannya tanpa mengindahkan bagaimana kondisi orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Capek memang kalau kita mencoba berpikir realistis tentang kejadian di muka bumi ini, apalagi kalau berbicara soal manusia. Karena sampai kapanpun kita sulit untuk memilih manusia yang baik dan tidak. Berdasarkan pandangan pribadi, saya tidak memiliki ukuran yang muluk – muluk dalam menentukan mana manusia yang baik dan mana manusia yang tidak baik. Hanya satu yang mendasari saya untuk melihat mana manusia yang baik dan tidak. Kita dapat mengetahui secara mendalam tentang manusia itu  dengan melihat dari nafsu yang dimilikinya, walaupun tanpa menegasikan sifat lainnya yang seharusnya menjadi tolok ukur baik atau tidaknya manusia.
Sekali lagi memang sulit untuk memilih dan mengidentifikasi semua itu. Karena mengingat perkataan orang bahwa “dunia ini adalah panggung sandiwara”. Melihat kalimat tersebut, di dalam otak saya sedikit terbesit bahwa ternyata dengan jargon itu berarti menusia di dunia ini dapat berakting. Dengan begitulah kita akan kesulitan untuk menemukan siapa yang baik dan siapa yang tidak. Karena kalaupun toh kita dapat melihat secara sekilas manusia itu baik, tapi kita tidak dapat berpikir kalau manusia itu sebenarnya  sedang berakting atau tidak. Kalau tidak berakting, itu jelas tidak ada masalah. Tapi yang menjadi masalah adalah kalau pada saat kita menyaksikan, si manusia itu sedang berakting. Ini kan jadi masalah yang besar bagi kita. Kita akan tertipu dengan kedok aktingnya. Terlanjur kita terlalau percaya, ternyata dia tidak dapat dipercaya. Inilah yang harus kita pikirkan masak – masak. Makanya kenapa kemudian saya mengatakan sulit untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk pada manusia. Sehingga saya punya pemikiran, yang harus dilihat dulu adalah nmafsunya. Dia memiliki kecenderungan nafsu positif yang dominan, atau malah negatifnya yang dominan. Kalau positif yang dominan, kemungkinan walaupun kita harus tetap berhati – hati, kita tidak akan terjebak dengan pergaulan kita. Tapi kalau kecenderungan yang dominan adalah yang negatif, maka kita harus berpikir berulangkali dan berhati-hati bergaul dengan mereka.
Di dunia ini tidak ada manusia yang tidak memiliki nafsu negatif. Cuma kita dapat mengendalikan nafsu itu atau tidak.
Ini mungkin sedikit dapat pembaca jadikan gambaran untuk menentukan mana manusia yang baik dan tidak. Tentunya sekali lagi, tanpa menegasikan ciri dan sifat yang lainnya. Tetap berhati-hati dalam bergaul. Pikirkan dengan masak sebelum bertindak.