Minggu, 23 Oktober 2022

BAGAIMANA MENENTUKAN KEPUTUSAN YANG TEPAT?

 


Seorang guru yang juga menjadi pemimpin dalam pembelajaran harus mampu menjadi tauladan yang baik, mampu memberikan semangat dan motivasi dari tengah, dan memberikan dorongan dari belakang seperti semboyang yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangung Karso, Tut Wuri Handayani. Guru juga harus benar-benar memahami bahwa tugas utamanya adalah menuntun murid berdasarkan potensinya untuk menjadi manusia yang memiliki kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai individu maupun anggota masyarakat sesuai dengan kodratnya.

Atas dasar itulah, guru harus dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat dan berpihak kepada murid.

Sebelum mengambil sebuah keputusan yang tepat, terlebih dahulu seorang guru harus memiliki keterampilan coaching. Coaching merupakan keterampilan menggali kemampuan orang lain dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapinya (Coachee). Dengan memiliki keterampilan coaching, guru akan mampu melihat berbagai opsi dan prediksi keputusan yang akan diambil. Keterampilan coaching ini diantaranya membuat pertanyaan berbobot, memiliki pembawaan positif, kemampuan mendengarkan dan memotivasi, kemampuan memandu percakapan serta memiliki komitmen untuk terus belajar.

Dalam proses pengambilan keputusan seorang guru juga harus mampu mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya. Mulai dari memiliki kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self managemen), kesadaran sosial (social awareness), dan keterampilan hubungan sosial (relationship skills).

Pengambilan keputusan itu paling banyak dilakukan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini kadang seorang guru dihadapkan pada kasus yang berfokus pada permasalahan moral atau etika. Saat seorang guru dihadapkan pada kasus yang demikian, maka harus segera kembali pada pemahaman terhadap sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Dari situ akan dapat diketahui kasus ini merupakan dilema etika atau bujukan moral. Jika dilema etika, guru perlu melakukan pertimbangan terhadap empat paradigma dan tiga prinsip pengambilan keputusan. Jika merupakan bujukan moral, maka seorang guru harus tegas kembali pada nilai-nilai kebenaran.

Ketepatan dalam mengambil sebuah keputusan sangat penting bagi seorang guru. Karena keputusan yang tepat akan memberikan dampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Keputusan yang tepat juga akan memberikan perubahan ke arah positif. Dalam membuat sebuah perubahan, guru dapat menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif melalui tahapan BAGJA (buat pertanyaan, ambil pelajaran, gali mimpi, jabarkan rencana, dan atur eksekusi).

Menentukan sebuah keputusan membutuhkan strategi yang tepat. Hal itu tidak mudah, karena akann banyak tantangan yang harus dihadapi. Di antaranya ada anggapan dari orang lain (teman sejawat) bahwa guru terlalu sabar dalam mengahadapi suatu permasalahan, adanya kemungkinan hilangnya rasa kepercayaan dari murid saat guru menentukan keputusan yang berbenturan dengan keyakinan kelas, dan lain sebagainya.

Namun demikian guru tidak boleh putus asa. Guru harus selalu ingat bahwa semua itu dilakukan semata-mata untuk mencapai kebahagiaan murid sesuai potensi yang dimiliki, tentunya melalui proses pembelajaran yang merdeka dan pengambilan keputusan yang tidak merampas kebahagiaan serta potensi yang dimiliki oleh murid.

Ingat, dalam mengambil sebuah keputusan, seorang guru harus berada dalam kondisi kesadaran penuh (mindfulness) dan sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara. Dalam mengambil sebuah keputusan seorang guru juga harus menggunakan langkah yang tepat agar dapat membedakan permasalahan yang dihadapinya merupakan dilema etika atau bujukan moral.

Sebelum memahami materi ini, mungkin guru sering mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga akibatnya tidak terjadi perubahan yang signifikan. Untuk itu, marilah kita berbenah. Pahami dengan benar konsep pengambilan keputusan yang tepat berikut strategi dan langkah-langkahnya. Dengan demikian, banyak hal yang akan didapat, salah satunya adalah harapan besar perubahan pendidikan ke arah yang lebih baik sudah berada di depan mata. Saatnya berubah, saatnya mengubah, dan saatnya siap menerima perubahan yang nyata.


Rabu, 28 September 2022

COACHING, KARENA ADA MASALAH?

 


Menjadi seorang guru harus siap untuk berada di antara murid dengan segala perbedaannya. Seorang guru harus benar-benar memiliki komitmen yang kuat untuk bersama-sama murid menebalkan garis samar yang dimilikinya. Seorang guru juga harus siap menuntun murid untuk mengubah perilaku menjadi lebih baik sehingga dapat hidup sesuai kodratnya baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat. Menuntun dapat dilakukan dengan menggunakan banyak cara, salah satunya dengan melakukan proses coaching.

Coaching merupakan sebuah proses yang memposisikan guru sebagai coach dan murid sebagai coachee. Tujuan utama proses ini adalah untuk menemukan potensinya agar dapat hidup sesuai dengan kodrat alam dan tuntutan zaman. Guru sebagai penuntun hadir untuk menggali potensi yang dimiliki murid dengan mengarahkannnya dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi, bukan memberikan solusi.

Komunikasi baik menjadi jalan utama untuk melakukan pendekatan dalam rangka membangun kenyamanan dan kesetaraan hingga tercipta rasa empati, saling menghormati, menghargai antara guru dan murid. Selain itu, komunikasi baik juga menjadi rangkaian proses menemukenali potensi yang dimiliki murid sebagai bentuk kekuatan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Bukan zamannya lagi guru menjadi orang yang superior dalam kelas. Bukan eranya lagi guru menjadi sumber dari segala sumber pembelajaran di sekolah. Tetapi sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tut Wuri Handayani, murid-lah yang menjadi fokus utama dalam proses pembelajaran. Guru hadir bersama murid untuk belajar bersama mengenali kekuatan yang dimilikinya dengan tujuan menebalkan garis samar yang telah ada.

Guru sebagai coach memberikan kebebasan kepada murid untuk benar-benar menemukan kekuatan dan potensi yang dimiliki. Tidak ada lagi murid yang merasa terpaksa untuk melakukan serangkaian proses pembelajaran. Juga tidak ada lagi murid yang melakukan tahapan pendidikan hanya karena menginginkan mendapatkan pujian. Yang ada proses menemukenali dan menguatkan potensi diri dengan kemerdekaan dan kasih sayang.

Butuh strategi pembelajaran yang tepat agar tercipta suasana kelas yang nyaman dan kondusif. Salah satunya dengan model pembelajaran berdiferensiasi. Model pembelajaran ini sangat memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan minat, profil dan kesiapan belajarnya. Hal ini dilakukan untuk menggali kebutuhan murid dengan memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki. Dalam hal ini guru sebagai coach hadir di tengah-tengah mereka.

Tidak hanya proses pembelajaran saja, guru sebagai coach juga harus hadir di saat murid mengalami suatu permasalahan. Dibutuhkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) untuk memfasilitasi berkembangnya potensi yang dimiliki murid. Dengan optimalisasi kompetensi sosial emosional ini, diharapkan murid mampu menyelesaikan setiap masalah dengan potensi dan kemampuannya sendiri. Seluruh potensi akan tergali dengan adanya proses coaching yang dilakukan guru.

Coaching sangat dibutuhkan untuk mengeksplorasi murid agar mampu memunculkan potensinya. Coaching tidak hanya berawal dari masalah, tetapi juga dari kondisi yang memungkinkan murid mampu memaksimalkan potensi dan kekuatannya untuk menemukan dan menyelesaikannya sendiri.

Terdapat beberapa model dalam proses coaching, di antaranya model GROW yang menjadi pijakan dalam melakukan coaching yang selanjutnya dikembangkan menjadi model TIRTA yang meliputi langkah-langkahCoaching yang dilakukan coach kepada coachee sedikitnya membutuhkan empat keterampilan diantaranya:

Proses coaching sebagai bentuk usaha yang dilakukan guru untuk menuntun segala potensi, keunikkan dan kekuatan murid untuk hidup sesuai kodratnya dan memperbaiki lakunnya. Proses coaching menjadikan murid untuk bisa hidup sebagai individu dan bagian dari masyarakat yang mampu mengenali, menggali dan memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.


Kamis, 15 September 2022

BUDAYA POSITIF JADIKAN SEKOLAH KONDUSIF

Suasana sekolah akan lebih kondusif, nyaman, dan menyenangkan manakala seluruh warganya menjalankan disiplin positif. Di dalamnya tidak ada yang merasa tertekan atau terlalu ambisi untuk mendapatkan pujian.

Pendidikan haruslah membimbing dan menguatkan apa yang ada di dalam diri setiap murid agar dapat memperbaiki tingkah lakunya, cara hidupnya dan pertumbuhannya. Dalam proses pembelajaran, murid diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan potensi bakat dan minatnya sebagai individu yang unik.

Guru diharapkan memiliki nilai-nilai positif yang dibutuhkan untuk membentuk karakter pelajar Pancasila dengan memberikan contoh dan melakukan pembiasaan yang konsisten di sekolah.

Disiplin positif merupakan suatu cara penerapan disiplin tanpa kekerasan dan ancaman yang dalam praktiknya melibatkan komunikasi tentang perilaku yang efektif antara orang tua dan murid. Dalam penerapan disiplin positif ini, murid diajarkan untuk memahami konsekuensi dari perilaku mereka. Selain itu, disiplin positif juga mengajarkan murid tanggung jawab serta rasa hormat dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Disiplin positif merupakan salah satu cara penerapan disiplin yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran serta memberdayakan murid untuk melakukan sesuatu tanpa tendensi pragmatis apapun.

Disiplin positif membuat murid mengerti bahwa ketika ia tidak terlambat dalam mengikuti proses pembelajaran, maka ia akan merasa nyaman, bukan karena takut akan dihukum oleh siapapun jika tidak melakukannya atau karena ingin mendapatkan pujian.

Pengembangan budaya positif dapat menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri murid untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur serta berakhlak mulia.

Pengembangan budaya disiplin positif sangat penting diterapkan di sekolah. Seperti contoh di salah satu SMA yang ada di kabupaten Trenggalek. Karena merasa budaya disiplin positif sangat perlu dan penting untuk dikembangkan, maka berbagai strategi penguatan dijalankan. Hal yang pertama dilakukan di tahun akademik 2022/2023 adalah melaksanakan sosialisasi awal kepada Bapak Ibu Guru Pembina OSIS dan MPK. Di sekolah ini terdapat 12 pembina OSIS dan MPK yang menjadi garda terdepan dalam mendampingi murid menjalankan tugas/kegiatan keseharian.

Pembina OSIS dan MPK harus mampu menjadi contoh dan teladan bagi teman sejawat dan murid-muridnya.

Selanjutnya proses sosialisasi dan penerapan budaya positif ini juga dilakukan kepada Pengurus OSIS dan Pimpinan MPK. Sebanyak 53 murid inilah yang paling banyak melaksanakan program-program di sekolah baik akademik maupun non akademik. Mereka jugalah yang biasanya menjadi pendidik sebaya bagi teman-temannya. Untuk itu, sangat diperlukan pembiasaan budaya positif bagi mereka terlebih dahulu.

Tidak hanya itu, di salah satu sekolah yang ada di kabupaten Trenggalek ini juga memiliki banyak sekali ekstrakurikuler untuk mewadahi bakat dan potensi murid. Mereka juga harus menjadi sasaran awal dalam proses sosialisasi dan penerapan budaya positif agar juga dapat bersama-sama Pengurus OSIS dan Pimpinan MPK untuk menjadi contoh dan pendidik sebaya bagi teman-temannya. Dua ekstrakurikuler awal yang menjadi sasarannya adalah Komando Pasukan Khusus dan ekstrakurikuler Teater. Dua ekstrakurikuler ini memiliki banyak anggota dan memiliki ciri khas sendiri-sendiri.

Di tahun akademik 2022/2023, sekolah ini juga digunakan untuk praktik mengajar mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Trenggalek. Mengingat mereka juga nantinya akan menjadi generasi pendidik di masa depan, maka juga tidak luput menjadi sasaran sosialisasi penerapan budaya positif di sekolah ini.

Semua ini dilakukan semata-mata demi terwujudnya sekolah yang kondusif, nyaman, dan menyenangkan untuk proses pembelajaran. Sehingga seluruh warganya dapat menjalankan kegiatan tanpa ada yang merasa tertekan atau terlalu ambisi untuk mendapatkan pujian.







Selasa, 30 Agustus 2022

MASIHKAH TERLELAP DALAM TIDUR PANJANG?


Tahun 2022 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi bangsa Indonesia. Hampir di seluruh bidang mengalami guncangan, termasuk dunia pendidikan. Perubahan cara belajar yang baru dari daring selama kurang lebih tiga tahun menjadi kembali luring membuat sebagian orang kembali terkaget. Bukan karena suka atau tidak suka, namun lebih pada permasalahan kesiapan mental dalam menghadapinya. Ada sebagian pelaku pendidikan yang memang sudah siap melaksanakannya, tapi ada juga yang belum siap sama sekali dalam menghadapinya karena “terninabobokkan” oleh pembiasaan daring.

Perubahan cara belajar dari tatap maya untuk kembali menjadi tatap muka memang membutuhkan niat dan motivasi yang luar biasa, terlebih bagi anak-anak kta.

Kadang kita mendengar ada anak yang mengeluh dengan dikembalikannya pada cara belajar sebelumnya (sebelum pandemi). Mereka beranggapan rutinitas hidupnya harus berubah drastis. Mereka harus kembali bangun pagi, menyiapkan semua proses pendidikan di sekolah, dan menjalankan kegiatan dalam waktu yang panjang.

Atas dasar ketidaksiapan dan masih dalam proses adaptasi inilah yang menjadi senjata ampuh bagi sebagian kecil anak-anak kita untuk tidak melaksanakan aturan yang telah disepakati bersama di sekolah.

Tidak ayal kita sebagai pendidik sering mendapati peserta didik yang datang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Alasan klasik yang selalu dimunculkan adalah terlambat bangun akibat belum terbiasa karena masih dalam masa transisi usai pandemi. Ini kadang membuat pendidik benar-benar diuji kesabarannya dalam rangka menguatkan karakter peserta didik menjadi lebih baik.

Namun, kita tidak boleh tinggal diam, apalagi hilang kesabaran. Jika semua hanya meluapkannya dengan energi negatif belaka, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Sedapat mungkin harus mencoba mencari solusi untuk tetap bertahan menjadi penuntun bagi anak-anak kita menuju lahirnya kembali pembiasaan yang positif. Jika menyerah, maka pendidikan anak bangsa yang menjadi taruhannya. Generasi pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini hanya akan menjadi sebuah pertanyaan.

Tugas utama kita adalah “menyuntikkan” kembali semangat kepada anak-anak yang belum mampu kembali dari “tidur panjangnya”. Karena anak-anak kita menjadi titik fokus dalam dunia pendidikan.

Hal yang perlu kita lakukan adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk menceritakan apa masalah yang mereka hadapi sehingga kebiasaan baru untuk taat aturan belum bisa dikembalikan. Pendidik harus sabar menjadi pendengar setia bagi anak-anaknya. Baru setelah mereka puas bercerita, kita dapat menangkap dan memberikan pemantik kepada anak-anak kita untuk melahirkan keinginan menjadi lebih baik dari dalam dirinya. Secara perlahan keingan untuk menjadi lebih baik akan terlahir dengan sendirinya. Dengan demikian kita tinggal memberikan motivasi sebagai penguat untuk memantapkan keinginan dalam upaya menjalankan kesepakatan.

Butuh orang-orang yang mampu memberikan motovasi dan pendampingan kepada mereka, agar mereka tetap memiliki semangat yang benar-benar tertancap. Karena ketika semangat mereka luntur, maka akan mudah sekali untuk kembali terjerumus dalam kebiasaan yang kurang mendidik.

Untuk itu, di saat kita telah melaksanakan berbagai strategi demi lahirnya kembali semangat anak-anak kita menjadi lebih baik, maka saat itu pula kita juga harus mau dan mampu menggerakkan orang-orang di sekitar kita melaksanakan hal yang sama.

Sesuatu yang baik tidak cukup dilakukan sendiri. Sesuatu yang baik membutuhkan kebersamaan untuk menjalankan. Dengan kebersamaan yang dilandasi kesamaan tujuan, maka keyakinan untuk dapat mengembalikan kebiasaan seperti sebelum masa “tidur panjang” akan benar-benar kembali terlahirkan.

Jumat, 03 Juni 2022

BERANIKAH UNTUK BERUBAH?

 

Jurnal Dwimingguan Refleksi Modul 1.1

Selamat datang tantangan. Sembilan hari terakhir memiliki warna baru dalam goresan tinta kehidupan. Rutinitas dalam dunia pendidikan menjadi penuh tantangan. Mengajar, menjalankan tugas tambahan di sekolah bukan lagi satu patokan yang harus dijalankan. Namun, kini bertambah satu warna lagi dengan menjalani aktivitas sebagai calon guru penggerak dalam tahap pendidikan.

Perjalanan untuk menuju tahapan pendidikan calon guru penggerak memang sangat panjang dan penuh dengan likuan. Kini, keinginan itu benar-benar ada di genggaman. Bahkan tak terasa sembilan belas haripun telah terlewatkan.

Sebelum benar-benar masuk dalam tahap pendidikan, banyak informasi yang yang beredar bahwa masa ini adalah masa yang sangat membosankan dan membuat hari-hari kita kelimpungan. Berbagai macam masukan yang seolah-olah membuat keberanian kita menciut tak terhindarkan. Sehingga hampir saja kaki ini tak kuasa menahan keinginan untuk berbalik tidak melanjutkan tahapan usai pengumuman.

Satu, dua, tiga hari berjalan seolah diri ini tidak percaya. Angan tak sesuai dengan kenyataan. Angan kita mengatakan masa pendidikan sangat membosankan, tapi ternyata berbalik sangat menyenangkan. Tapi lagi-lagi masih terpatahkan dengan kalimat “mungkin masih tiga hari”.

Hari pun berlanjut, ternyata hingga sembilan belas hari ini sama sekali belum pernah bertemu dengan kata “membosankan” seperti yang terukir miris di dalam angan. Semua itu bukan tanpa sebab.

Dalam masa pendidikan tahap awal ini, banyak hal yang didapat. Kita bertemu dengan orang-orang yang hebat, dan bahkan dengan cepat kita dapat membangun jejaring untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman. Kita dapat saling berbagi apa yang pernah kita alami, kita pun juga dapat memadukan pemikiran untuk menghasilkan sesuatu yang dapat diimplementasikan di lapangan.

Tidak hanya itu, hal yang lebih penting dalam masa pendidikan tahap awal ini kita diajak untuk merefleksi filosofis pendidikan nasional menurur konsep Ki Hadjar Dewantara. Ternyata setelah didalami betul, konsep Ki Hadjar Dewantara sangat luar biasa. Melihat kondisi yang serba sulit terukur seperti saat ini, dunia pendidikan kita sangat membutuhkan kembali diberlakukannya konsep tersebut.

Ada empat dasar pemikiran Ki Hdjar Dewantara dalam dunia pendidikan yaitu menuntun, kodrat alam dan kodrat sosial, budi pekerti, dan “menghamba” pada murid. Selain itu terdapat juga trilogi pendidikan Ki Hadjar Dewantara Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.

Konsep di atas memiliki penjelasan yang sangat mendalam. Dalam tahapan awal pendidikan ini, konsep di atas dibahas dengan tuntas. Hal ini menambah semangat dan keinginan sebagai pendidik lebih yakin dan berani untuk benar-benar menerapkannya dalam proses pendidikan dan pembelajaran.

Keyakinan memang sudah ada, tetapi keberanian untuk menerapkannya masih sulit terwujud mengingat situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan saat ini. Namun kini, keberanian itu benar-benar tumbuh yang didukung dengan keberadaan konsep dan kebijakan yang ditelurkan pemerintah seiring berkembangnya zaman.

Proses pendidikan calon guru penggerak masih belum genap satu bulan. Ada lebih dari lima bulan lagi harus belajar untuk menempa diri. Bukan sama sekali tanpa kendala dalam menjalaninya. Dengan munculnya hal baru pasti membutuhkan proses beradaptasi dari berbagai sisi. Yang paling utama tentunya penataan jadwal kegiatan di sekolah dan proses pendidikan. Namun, kami tetap yakin seiring berjalannya waktu semua akan baik-baik saja.

Perubahan membutuhkan keberanian. Perubahan juga membutukan sebuah gerakan. Tentunya gerakan nyata untuk desain besar kemajuan bangsa. Jika semua bergerak bersama, memiliki keberanian yang sama, pasti anak didik kita akan tersenyum lega. Karena masa depannya sudah terpampang di depan mata dan tinggal selangkah lagi untuk meraihnya.

 

PINGKAN HENDRAYANA, M.Pd.

Calon Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Trenggalek  Provinsi Jawa Timur


Kamis, 02 Juni 2022

MENYINGKAP TABIR BUKAN TABULA RASA

Banyak ajaran yang telah ditelurkan oleh seorang tokoh besar pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara. Ajaran beliau hari ini sangat dirindukan mengingat sesuai dengan perkembangan zaman masih sangat relevan untuk diimplementasikan menuju kesuksesan.

Setiap anak sebenarnya sudah dianugerahi potensi yang luar biasa sejak lahir. Sehingga dalam prosesnya orang-orang yang bersentuhan langsung dengannya, khususnya pendidik dalam dunia pendidikan memiliki tugas untuk menuntun dan mengarahkan agar potensi tersebut dapat terasah dengan baik.

Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan potensinya. Seorang pendidik yang bijak sudah selayaknya memberikan perlakuan yang berbeda pula sehingga hasilnya pun juga sangat berpeluang untuk tidak sama sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilikinya.

Tapi, sering kali kita dihadapkan pada pemikiran bahwa angka adalah segalanya, dan penyeragaman menjadi kunci dari semuanya. Kadang kita mencoba untuk berontak dari kenyataan, tapi lagi-lagi hal yang terkesan sama telah meruntuhkannya.

Rasa untuk tidak percaya pada diri sendiri kadang masih terus tumbuh subur. Terlebih jika kepercayaan diri itu bertentangan dengan kesamaan pemikiran dan kenyamanan. Sehingga kebenaran yang tertanam pada diri kita meredup kembali secara perlahan.

Namun, akhir-akhir ini muncul semburat sinar ajaran Ki Hadjar Dewantara yang mulai berhembus kembali. Salah satunya adalah konsep siswa bukanlah tabula rasa. Siswa bukanlah ibarat kertas kosong. Tapi siswa sama dengan kertas yang sudah memiliki garis-garis samar. Seorang pendidik memiliki tugas untuk menuntun dan menebalkan garis samar yang akan membawanya menuju sukses di masa depan.

Berbeda bukanlah berarti keliru. Berbeda untuk menuju kebenaran mutlak harus dilakukan. Butuh keberanian untuk bertindak, butuh keberanian untuk bergerak. Pemikiran tokoh besar pendidikan telah menuntun dan mengobarkan semangat kita untuk mencoba dan tidak hanya sekedar mencoba.

Ini adalah sebuah tantangan. Bagaimana keberanian kita tumbuh untuk mendobrak dan membuka tabir bahwa setiap anak memiliki potensi berbeda yang siap untuk diasah.

Saatnya kita benar-benar berada di antara mereka. Belajar bersama, saling memahami potensi dan bersama-sama pula membuka jalan menuju kesuksesesan. Sekali lagi, hanya sebuah keberanian untuk bergerak bersamalah yang mampu meruntuhkan pemikiran bahwa angka adalah segalanya.

Trenggalek, 2 Juni 2022

Jumat, 20 Mei 2022

Guru Berperan, Sukses di Genggaman


Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang tokoh pendidikan yang menjadi panutan di Indonesia. Banyak hal yang dapat dipelajari dari beliau. Ajaran beliaru di era zaman sebelum kemerdekaan masih sangat relevan untuk diemplementasikan di era sekarang. Terlebih dalam hal penguatan karakter khususnya peserta didik.

 

Dari sekian banyak yang telah dicontohkan oleh Ki Hadjar Dewantara ada satu kalimat beliau yang sangat terkenal dan menyimpan makna yang sangat mendalam. Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.

 

Ing Ngarso Sung Tulodo mengandung makna menjadi seorang pemimpin harus mampu menjadi suri tauladan yang baik. Pemimpin harus mampu menjadi dan memberi contoh, bukan hanya mampu meminta melakukan sesuatu. Sebelum meminta orang lain untuk melakukan sesuatu, seorang pemimpin harus terlebih dahulu dapat melakukan sesuatu itu. Sehingga seorang pemimpin akan tahu dan memahami situasi dan kondisi saat orang lain melakukan apa yang dia inginkan.

 

Ing Madya Mangun Karsa mengandung makna di tengah kesibukannya, seorang pemimpin harus juga mampu membangkitkan dan menggugah semangat orang yang dipimpinnya. Pemimpin memiliki peran yang sangat penting untuk mewujudkan target besar yang menjadi tujuan bersama. Motivasi dan semangat dari orang-orang yang dipimpinnya menjadi kunci untuk mencapai tujuan. Di sinilah diperlukan peran seorang pemimpin hadir di tengah-tengah orang yang dipimpinnya.

 

Tut Wuri Handayani memiliki makna seorang pemimpin harus mampu memberikan dorongan dan semangat dari belakang.

 

Konsep ini masih sangat relevan diimplementasikan di era sekarang termasuk dalam dunia pendidikan. Mulai dari tingkatan struktural hingga guru yang langsung berada di lapangan. Karena guru juga merupakan seorang pemimpin dalam pembelajaran. Sebisa mungkin ajaran ini harus kita jalankan dalam kehidupan yang sesungguhnya.

 

Jika semua pemimpin memegang teguh dan menjalankannya, pasti kesuksesan akan berada di genggaman.


Minggu, 27 Februari 2022

SUDUT RINDU

Semburat gelap itu

Mulai menggumpal di sekeliling sudut rindu

Alunan nada suram

Terus menggelayut di tengah percikan malam

Sayatan di tengah guratan

Menganga lukisan jalanan

Kepercayaan yang dulu erat dalam genggaman

Tiba-tiba rapuh dan jatuh

 

Semburat gelap itu

Membawa rasa pilu

Dalam setiap jengkal yang menyatu

Di keabadian catatan kalbu

 

Semburat gelap itu

Ya semburat gelap itu

Menjadi saksi rasa yang seakan purna

Menjadi saksi rasa yang direnggut paksa

Menjadi saksi rasa yang tak lagi sempurna

 

Semburat gelap itu

Menjadi ladang yang termangu

Dalam himpitan rindu yang menyatu

 

27 Februari 2022