Kamis, 31 Desember 2020

OPTIMISME 2021

 


Malam ini terlihat berbeda. Banyak orang yang melakukan aktifitas tidak seperti biasanya. Tahun 2020 sudah sampai di ujungnya dan siap menyambut tahun baru 2021 yang nyata. Banyak orang yang ingin mencoba membuat catatan sejarah pribadinya. Karena menjadi sebuah kebanggaan ketika dapat bercerita kepada orang lain di keesokan harinya.

Tidak hanya itu, dengan aktifitas peringatan tahun baru setidaknya seseorang memiliki modal untuk menumbuhkan kreatifitas dalam membanjiri media sosial yang hari ini memang sedang viral.

Namun, peringatan tahun baru kali ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kita tidak dapat melihat ramainya jalanan desa maupun kota, ramainya perempatan tempat berkumpulnya orang yang sedang berlalu-lalang, tak dapat melihat pedagang kaki lima berjualan hingga larut malam, apalagi gelaran spesial tahun baru dengan suguhan band ternama dan ledakan kembang api super yang biasa dipusatkan di aloon-aloon kota juga tak dapat kita nikmati bersama.

Banyak orang yang memilih peringatan tahun baru kali ini dengan berkumpul bersama keluarga di rumah sambil menikmati hidangan yang telah disiapkan, sekedar menggelar tikar di halaman bersama tetangga dekat ditambah nikmatnya suguhan ikan bakar, bermunajad bersama untuk keselamatan lingkungan dan warga, duduk di kursi depan rumah dengan ditemani secangkir kopi sambil ngobrol dan bercengkerama serta acara sederhana lainnya.

Hal itu bukan muncul tanpa sebab. Hari ini kita dan warga dunia sedang berada dalam masa pandemi yang berkepanjangan. Banyak aturan protokol kesehatan yang harus dilakukan. Penutupan tempat-tempat wisata secara menyeluruh, Pembatasan secara fisik dan penerapan aturan jam malampun dijalankan. Kesemuanya itu dilakukan demi terciptanya keselamatan kita bersama.

Namun demikian, banyak hal menarik yang terlihat dalam peringatan tahun baru kali ini. Mungkin hal itu tak terlihat pada peringatan-peringatan tahun baru sebelumnya, karena kebanyakan orang telah disibukkan dengan acara skala besar, menikmati suasana tempat wisata dan keinginan untuk sekedar meramaikan jalanan kota.

Di malam tahun baru ini, kita dapat melihat bagaimana satu keluarga besar dapat bercengkerama santai, tetangga dekat dapat saling bertukar pendapat, dapat saling mengungkapkan kebahagiaan, bahkan curhat tentang kegelisahan. Mulai dari masalah pertanian, ekonomi, politik, sosial, budaya, bahkan pendidikan. Secara tidak langsung, dengan acara kecilpun kita dapat melakukan proses refleksi akhir tahun. Kita mencoba untuk mengevaluasi kejadian satu tahun yang lalu, seperti yang terlihat malam tadi, ada yang membicarakan tentang sulitnya orang tua memberikan pengawasan pendidikan anaknya, panen jagung yang biasanya dapat duabelas karung tinggal dua karung akibat serangan hama tikus, sulitnya membuat bibit padi, intoleransi agama, permasalahan pandemi, hingga berbicara masalah politik lokal dan nasional di negeri ini.

Peringatan dan refleksi akhir tahun ternyata tidak harus dilakukan dalam skala besar. Kebersamaan dalam skala kecil dengan orang-orang terdekatpun juga dapat menjadi jawaban. Ungkapan kebahagiaan dan kegelisahan dapat menambah rekatnya ikatan kekeluargaan. Hal itulah yang kita butuhkan dalam perjuangan melawan pandemi yang berkepanjangan ini. Mari kita melakukan evaluasi diri untuk meraih kebahagiaan di tahun ini. Bukan saatnya lagi kita saling menebar kebencian yang membabibuta, tapi mari kita bersama-sama menebar optimisme yang nyata. Selamat tahun baru 2021.


Sabtu, 19 Desember 2020

Karya Sastra, Pengalaman dan Ekspresi Jiwa

 


Berbicara karya sastra memang menarik dan seolah tidak ada batasnya. Banyak orang menjadikan karya sastra sebagai hal yang sangat nikmat untuk menghiasi lekuk kehidupannya. Ada pula yang menjadikan karya sastra sebagai tempat pelampiasan terhadap apa yang dirasakan setiap harinya.

 

Karya sastra merupakan salah satu karya seni yang menggambarkan kenyataan yang ada di masyarakat. Karya seni tersebut terbentuk melalui sentuhan imajinasi dan kreatifitas pengarangnya, sehingga menjadi suatu bentuk karya seni yang estetik namun tetap syarat dengan makna. Sesungguhnya diakui atau tidak, memahami hakikat sastra itu secara singkat dan jelas tidaklah mudah, namun ini harus dilakukan. Karena dengan kita mampu memahaminya maka secara otomatis kita juga akan mampu merasakannya.

 

Abrams (dalam Sriwahyuningtyas dan Wijaya Heru Santosa, 2011: 1) mengatakan ada empat pendekatan terhadap karya sastra, yaitu pendekatan mimetik, pendekatan pragmatik, pendekatan ekspresif, dan pendekatan objektif. Teori struktural termasuk pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang menganggap karya sastra dapat berdiri sendiri, menganggap bahwa karya sastra bersifat otonom, terlepas dari alam sekitarnya, baik pembaca maupun pengarangnya sendiri. Oleh karena itu, untuk dapat memahami sebuah karya sastra, harus dianalisis strukturnya.

 

Karya sastra juga merupakan sebuah struktur yang kompleks. Pengertian struktur menunjuk pada susunan atau tata urutan unsur yang saling berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Unsur ini adalah ide dan emosi yang dituangkan, sedangkan unsur bentuk adalah semua elemen linguis yang dipakai untuk menuangkan isi ke dalam unsur fakta cerita, sarana cerita, dan tema sastra, seperti yang diungkapkan oleh Wellek dan Werren (dalam Sriwahyuningtyas dan Wijaya Heru Santosa, 2011: 2).

 

Faruk (2009: 39) mengemukakan bahwa pengertian sastra dapat ditinjau dari berbagai sisi, yaitu: (1) sastra sebagai tulisan, kemungkinan sastra sebagai tulisan tidak dapat dielakkan, karena secara etimologis sastra itu sendiri sebagai nama yaitu tulisan. (2) sastra sebagai bahasa, bahasa tampaknya merupakan unsur penting dan dasar dari pengertian sastra. Namun, bahasa cenderung tidak dianggap sepenuhnya identik dengan sastra. Sastra dipahami sebagai bahasa tertentu yang khusus, berbeda dari bahasa pada umumnya. (3) sastra sebagai karya fiktif-imajinatif, acuan karya sastra bukanlah dunia nyata, melainkan dunia fiksi, imajinasi. Pernyataan-pernyataan yang ada di dalam berbagai genre sastra bukanlah preposisi-preposisi logis. Karakter di dalam karya-karya sastra bukan tokoh-tokoh sejarah dalam kehidupan nyata. Tokoh-tokoh dalam karya sastra itu merupakan hasil ciptaan atau rekaan pengarang yang muncul begitu sasja, tidak mempunyai sejarah, tidak mempunyai masa lalu. Ruang dan waktu dalam karya sastrapun bukan ruang dan waktu kehidupan nyata.

 

Selain itu, Faruk (2009: 44) juga mengungkapkan definisi karya sastra yang ke (4) yaitu bahwa karya sastra sebagai ekspresi jiwa, definisi ini dianut oleh aliran romantik dan bahkan definisi itu masih dianut hingga sekarang. Subagyo Sastrowardoyo (dalam Faruk, 2009: 44) mempercayai bahwa karya-karya puisinya merupakan usaha untuk memotret apa yang berlangsung dengan cepat dalam jiwanya, dalam bawah sadarnya.

 

Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Atar Semi, 1988: 8). Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori, atau sistem berpikir, tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori, atau sistem berpikir manusia. Sebagai karya kratif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia. Di samping itu, sastra harus pula mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide  yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia. Perlu ditegaskan kembali bahwa objek seni sastra adalah pengalaman hidup manusia terutama yang menyangkut sosial budaya, kesenian dan sistem berpikir.

 

Pengalaman hidup menjadi modal dasar untuk melahirkan karya yang indah dan dapat dinikmati oleh banyak orang. Apalagi jika dipadu dengan ide dan pemikiran yang brillian, dapat dipastikan akan menghasilkan karya yang tidak hanya untuk dibaca, tapi juga untuk dirasakan.


Sabtu, 22 Agustus 2020

Kibarkan Sang Saka sebagai Wujud Cinta Indonesia

Detik-detik bulan bersejarah Proklamasi Kemerdekaan semakin menjauh. Peristiwa di mana bangsa Indonesia mengalami pergolakan untuk mencapai titik pembebasan dari belenggu penjajah. Tetes demi tetes darah terus mengucur mewarnai perjalanan panjang perjuangan para pahlawan, hingga pada akhirnya tepat tanggal 17 di bulan ini Agustus tahun 1945 sang Proklamator Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Negara kita tercinta.

Kini, sebagai generasi penerus bangsa, kita hanya tinggal melanjutkan perjuangannya dengan lebih mudah. Menyalanya semangat nasionalisme dan patriotisme menjadi modal utama. tidak perlu kita berkalung senjata, tidak perlu juga kita harus mempertaruhkan nyawa untuk mengibarkan Sang Saka. Seperti apa yang telah dilakukan oleh para pejuang pendahulu kita.

Namun, hal yang mudah ini ternyata masih juga belum disadari oleh sebagian orang. memang tidak semua. Banyak orang yang sudah sadar akan tugas melanjutkan perjuangan. Membumikan semangat nasionalisme dan patriotisme pada seluruh generasi bangsa. Mulai dari generasi muda sampai tua.

Mengibarkan bendera Merah Putih di tanggal dan bulan bersejarah menjadi contoh kecil. Sudah banyak orang yang menjalankan apa yang diperintahkan oleh pemegang kebijakan. Namun, ada juga yang acuh terhadapnya dengan berbagai alasan. Mengibarkan bendera Merah Putih di depan rumah memang terlihat gampang. Tapi kadang juga ada yang merasa berat dan kesulitan.

Ini menjadi contoh kecil. Mengibarkan bendera Merah Putih merupakan bentuk rasa cinta tanah air. Bentuk rasa syukur kita atas kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan. Jika kita sedikit menengok ke belakang, bagaimana perjuangan yang berdarah-darah para pendahulu kita, sehingga berkat perjuangan mereka hari ini kita dapat menghirup udara segar tanpa ada tekanan.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Kalimat itulah yang menjadi salah satu penyemangat dan dasar kita untuk tetap mengingat perjuangan dan pengorbanan para pendahulu, sehingga kita terpantik untuk melanjutkan perjuangannya di masa sekarang.

Minggu, 09 Agustus 2020

Nyalakan Kebiasaan (membaca) di Tengah Ketidakbiasaan

Memulai untuk terbiasa memang membutuhkan perjuangan, terlebih membaca. Bagi orang-orang yang memang belum terbiasa, membaca terasa sangat membosankan. Banyak anggapan yang mengatakan membaca adalah kebiasaan yang paling mudah tapi kurang berguna dan hanya membuang waktu saja. Karena hanya duduk, diam, pegang buku dan membacanya, seolah tidak ada indikasi pekerjaan berat dan menghasilkan sama sekali.

Membaca memang tidak membutuhkan fisik yang terlalu berat. Tapi, membaca membutuhkan kekuatan otak untuk melakukannya. Saat kita membaca, otak kita secara otomatis akan bergerak dan terasah, sehingga tanpa kita sadari akan menjadi tajam. Ibarat pisau, jika sering diasah dengan baik dan teratur, maka akan selalu tajam dan siap untuk digunakan. Otak yang tajam inilah yang sangat dibutuhkan dalam menentukan arah perjalanan hidup kita ke depan.

Memulai untuk membiasakan membaca memang membutuhkan niat dan kemauan. Akan kurang baik hasilnya jika kebiasaan membaca berawal dari paksaan. Namun, kadang untuk terbiasa berbuat baik juga butuh paksaan terlebih dahulu. Bukan paksaan yang kelamaan, tapi paksaan untuk sebatas menumbuhkan niat dan kemauan.

Kita coba mengingat kembali sebuah kalimat menarik yang menjadi judul lagu dari salah satu group band terkenal, “Sahabat Jadi Cinta”. Kalimat ini ternyata juga sangat relevan untuk orang-orang yang belum terbiasa membaca tapi ingin menumbuhkan niat dan keinginan membaca.

Salah satu objek membaca adalah buku. Ketika kita menginginkan untuk selalu “hidup” bersama buku, maka harus ada rasa cinta terlebih dahulu di antara keduanya. Menumbuhkan rasa cinta dari hati yang paling dalam itu tidak mudah. Membutuhkan sebuah pendekatan dan strategi yang tepat, salah satunya bersahabat terlebih dahulu. Sehingga sahabat dan cinta ini menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam konteks membiasakan (membaca) di tengah ketidakbiasaan.

Persahabatan akan terjalin manakala kita sering bertemu dan berkomunikasi. Untuk mulai membiasakan membaca buku, maka kita harus bersahabat terlebih dahulu dengannya. Ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan untuk memulai persahabatan itu, (1) Mencoba berkenalan terlebih dahulu dengan cara melihat dan merasakan buku tentang apa yang paling kita suka. (2) Mencari bukunya. (3) Mau membawa dan sering bersama buku yang kita suka. Tidak harus memaksakan diri untuk langsung membacanya, cukup dibawa saja dan kalau perlu jadikan menu wajib dalam tas yang akan kita bawa kemana-mana. (4) Baru jika kita berada pada satu titik di mana kita bingung harus berbuat apa, misalkan sedang menunggu seseorang, kehabisan paket data sehingga tidak bisa memainkan gadged dan lain sebagainya, ajaklah sahabat barumu untuk berkomunikasi dan bercengkerama dengan cara memegang, membuka dan membacanya sampai seseorang yang kamu tunggu datang atau sampai rasa bosan kamu hilang.

Jika hal itu dapat terjadi berulang kali, maka dengan sendirinya buku itu akan menjadi sahabat setia yang siap menemani dimanapun kita berada. Lebih jauh lagi, rasa cintapun juga akan tumbuh dengan sendirinya pula seiring perjalanan persahabatan yang kita bina.

Selasa, 28 Juli 2020

Kebiasaan dan Analisis yang Tajam



Proses menempa diri memang tidak ada batasan. Sering kali kita melihat banyak orang yang berkumpul di tempat-tempat tertentu hanya untuk sekedar bertemu, ngobrol dan berdiskusi. Tapi sebenarnya banyak hal yang kita dapatkan ketika kita bisa bertemu, berbicara dan saling bertukar pikiran. Dari situlah pisau analisis kita akan terasah. Terlepas ada juga yang sekedar berkumpul dan menghasilkan sesuatu yang sifatnya negatif.

Semua itu tergantung bagaimana orang menyikapi dan malakukannya. Ketika kita bisa memanfaatkan kesempatan bertemu orang lain untuk kepentingan positif, maka hasilnyapun juga akan positif.

Dalam setiap pembicaraan pasti ada imbal balik. Ada pertanyaan juga ada jawaban, ada pendapat juga ada fakta yang didapat, ada sanggahan juga ada kesepakatan dan seterusnya. Secara otomatis pisau analisis kita akan terasah dengan sendirinya.

Beberapa waktu yang lalu sempat bertemu dengan seorang teman, kebetulan dia memiliki hobi berdiskusi. Dia memiliki daya analisis yang tinggi. Setiap permasalahan dianalisis secara mendalam. Sempat saya bertanya kepada orang ini. Dari mana dia mendapatkan kemampuan analisis yang kuat dan mendalam. Sangat simpel dia menjawabnya. Kebiasaan yang membuat otak memiliki daya analisis yang kuat.

Memang ada benarnya ketika kita mencoba sedikit ikut menganalisis apa yang dia katakan. Kita dapat menganalogikan, jika kita setiap hari makan nasi, maka lidah ini akan terbiasa untuk menikmati nasi, sehingga ketika sehari tidak makan nasi, rasanya sama dengan kita belum makan seharian, padahal sudah banyak makanan lain yang sudah kita telan. Contoh lain, jika kita terbiasa tidak makan nasi, tapi kita ganti sayuran, maka jika seharian tidak makan sayuran rasanya kita belum makan walaupun sudah banyak nasi yang kita telan.

Hal itu sama dengan yang dilakukan oleh teman tadi. Karena sudah terbiasa berdiskusi, terbiasa untuk saling bertukar pikiran, menganalisis setiap kejadian, maka jika sehari tidak ada bahan yang dapat dianalisis, hidupnya akan terasa kurang. Dengan begitu, secara otomatis pisau analisisnya akan menjadi tajam.

Namun ada satu hal yang penting lagi untuk mendampingi kemampuan analisis, yaitu membaca. Data atau buku menjadi salah satu garis untuk memberikan jalan lurus analisis kita. Memiliki kemampuan analisis yang kuat tapi tidak dibarengi dengan data yang lengkap, sama dengan orang yang berdiri di tengah hamparan lapangan yang luas. Dia dapat bergerak sesuka hati, menari, tertawa, berekspresi tapi tidak memiliki target dan jalan menuju tujuan. Sehingga pada akhirnya hasil analisisnya hanya terbang melayang di atas awan.

Ketika kita dapat menyandingkan kebiasaan positif membaca dan berdiskusi, terlebih bagi pelajar, mahasiswa, pemuda dan generasi penerus bangsa pada umumnya, maka kita akan memiliki kemampuan yang lebih dan terarah sebagai dasar pijakan menentukan jalan menuju kesuksesan di masa depan.

Sabtu, 25 Juli 2020

Menyalakan Kembali Semangat Belajar Kita



Tahun 2020 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi bangsa Indonesia. Hampir di seluruh bidang mengalami guncangan, termasuk dunia pendidikan. Perubahan cara belajar yang baru membuat sebagian orang terkaget. Bukan karena suka atau tidak suka, namun lebih pada permasalahan kesiapan dalam menghadapinya. Ada orang yang memang sudah siap melaksanakannya, tapi ada juga yang belum siap sama sekali dalam menghadapinya.

Perubahan cara belajar dari tatap muka menjadi tatap maya memang menjadi gempar. Bahkan di setiap sudut warung kopi, lingkungan, tempat bermain anak dan lain sebagainya hal ini selalu menjadi topik pembicaraan utama.

Kadang kita mendengar ada anak yang mengeluh dengan cara belajar ini. Mereka beranggapan hanya tugas dan tugas yang dihadapi. Kadang ada Bapak dan Ibu guru yang masih belum siap mengajar dengan sistem yang baru. Bahkan sering kita mendengar ada orang tua yang merasa kesulitan dalam mengendalikan dan mendampingi anaknya saat belajar.

Namun, jika semua hanya meluapkan energi negatif belaka, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Sebisa mungkin kita harus mencoba mencari solusi untuk tetap bertahan akibat pandemi yang penuh dengan ketidakpastian ini. Jika kita menyerah, maka pendidikan anak bangsa yang menjadi pertaruhan. Generasi pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini hanya akan menjadi sebuah pertanyaan.

Tugas kita adalah “menyuntikkan” kembali semangat kepada semua yang bersentuhan dengan dunia pendidikan. Mulai dari pemegang kebijakan, pendidik, orang tua, peserta didik dan lain sebagainya. Terlebih kepada peserta didik. Karena peserta didik menjadi titik fokus dalam dunia pendidikan.

Butuh orang-orang yang mampu memberikan motovasi dan pendampingan kepada mereka, agar mereka tetap memiliki semangat untuk belajar. Karena ketika semangat mereka luntur, maka akan mudah sekali untuk terjerumus dalam kebiasaan yang kurang mendidik.

Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk menguatkan dan menyuburkan semangat belajar kepada siswa. Salah satunya adalah dengan menggerakkan organisasi kepemudaan, Karang Taruna misalnya. Organisasi ini berisi pelajar, mahasiswa dan pemuda desa. Karang Taruna dapat mengambil peran untuk ikut serta dalam upaya menguatkan dan menumbuhkembangkan semangat belajar kepada siswa.

Kegiatan yang dapat dilakukan misalnya mengadakan bakti sosial. Tidak perlu bakti sosial dengan skala besar, namun cukup bakti sosial dengan membagikan alat belajar. Banyak manfaat yang dapat diambil. Bagi anggota Karang Taruna akan dapat menghidupkan kembali rasa sosialnya karena belajar berbagi, bagi yang masih menjadi pelajar dan mahasiswa juga secara otomatis semangat untuk berpikir dalam hal pendidikan akan berkobar lagi. Malah bagi sasaran bakti sosial, hal ini dapat menyalakan semangat mereka kembali untuk mau belajar walaupun dengan cara yang berbeda.

Hal ini terlihat kecil dan sepele. Namun efek positif pada diri yang bersentuhan langsung dengan kegiatan ini sangat besar. Jika kita akan mendapatkan hasil yang besar, maka kita harus mau memulainya dengan hal yang kecil. Dengan begitu, akan timbul sebuah kebanggaan dari hasil perjuangan yang panjang.

Jumat, 17 Juli 2020

Nilai Kemanusiaan di Balik Ritual Adat dan Apem Dumbo



Bangsa kita memang kaya akan adat dan budaya yang tidak dimiliki oleh Negara-negara di seluruh dunia. Bahkan hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi warga Negara asing untuk singgah di Negara kita sekedar melihat dan menyaksikan prosesi adat dan budaya itu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa adat merupakan aturan (perbuatan dan sebagainya) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala. Adat merupakan wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Dan sistem inilah yang kemudian diyakini oleh masyarakat untuk terus dijalankan.

Hampir seluruh wilayah di seantero nusantara memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Bahkan di setiap desa pun sebagai satuan pemerintahan terkecil di Negara ini memiliki adat dan budaya sendiri-sendiri. Hal ini tidak ubahnya terjadi di desa Ngadirenggo kecamatan Pogalan Kabupaten Trenggalek Jawa Timur. Desa yang memiliki 5.000 lebih jumlah penduduk ini memiliki adat dan kebudayaan yang tidak dimiliki oleh desa lain.

Masyarakat desa ini memiliki adat dan budaya Nyadran. Banyak desa yang memiliki budaya Nyadran, namun adatnya yang berbeda. Di desa ini kegiatan Nyadran dilaksanakan setiap satu tahun sekali, tepatnya pada hari Jumat Wage di bulan Jawa selo. Bukan tanggal yang menjadi patokan, tapi hari dan pasaran Jawa. Setiap hari Jumat Wage bulan Jawa Selo secara turun-temurun warga masyarakat desa melaksanakan berbagai ritual untuk menuju kebaikan.

Kegiatan biasanya dimulai pada hari Kamis setelah sholat Subuh. Di seluruh masjid dilaksanakan kegiatan membaca Al Qur’an sampai Khatam secara bersamaan. Malam harinya setelah sholat Maghrib digelar doa bersama di seluruh masjid dan mushola desa. Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan doa bersama secara masal di Pendapa Balai Desa yang dipimpin oleh seluruh Kyai pemangku masjid dan mushola.

Kegiatan ini berfokus untuk mendoakan para pejuang Desa terutama tiga tokoh sentral yang dipercaya “mbabat” desa Ngadirenggo. Yaitu Syeh Dumbo, Syeh Bodo dan Syeh Cokrosuto. Syeh Dumbo dimakamkan di puncak gunung Kebo. Sedangkan Syeh Bodo dan syeh Cokrosuto dimakamkan di bagian bukit gunung yang berada di desa Ngadirenggo ini.

Malam Jumat Wage menjadi malam tirakatan bagi warga desa. Setelah dilaksanakan acara doa bersama secara masal di pendapa Balai Desa, berikutnya dilanjutkan acara tirakatan di area makam ketiga tokoh sentral desa ini. Bentuk kegiatannya tetap berupa doa bersama. Dan pagi harinya setelah sholat Subuh dilanjutkan dengan acara doa bersama kembali secara masal di puncak gunung Kebo, tepatnya di area makam Syeh Dumbo.

Kegiatan inilah yang biasanya ditunggu-tunggu oleh warga masyarakat secara umum. Bahkan dalam kegiatan ini tidak sedikit warga yang berasal dari luar desa juga dari luar Kabupaten. Untuk mengikuti acara ritual ini membutuhkah sebuah perjuangan yang dramatis. Di pagi hari sebelum sinar matahari tampak, kita harus berduyun-duyun bersama warga lain untuk naik ke puncak gunung melalui jalan setapak yang memang sudah disiapkan dan dibersihkan sebelumnya. Dalam perjalanan ini, warga naik dengan membawa “ubo rampe” berupa nasi gurih dan ayam lodho yang ditaruh di atas “encek”. Encek merupakan tempat makanan yang terbuat dari pelepah pohon pisang yang ditata dengan pecahan bambu.

Satu lagi yang tidak boleh dilupakan dalam ritual ini adalah apem dumbo. Makanan khas desa Ngadirenggo yang dibuat hanya saat kegiatan ritual. Kita tidak akan menemukan makanan ini di hari-hari biasa, termasuk di desa Ngadirenggo sekalipun. Apem dumbo merupakan makanan yang bahan utamanya tepung beras yang kemudian dicampur cairan berbahan utama gula merah. Saat ritual, makanan ini juga dihidangkan di atas “encek” sama seperti makanan lainnya.

Perjalanan menuju puncak sangat menarik. Selain memang warga tidak dapat berjalan dengan cepat karena harus bergantian dengan warga yang membawa makanan sebagai sedekah dari rizki yang didapat selama satu tahun. Nuansa estetis muncul kala warga harus berjalan di kegelapan dengan hanya ditemani sinar api dari “oncor” dan semburat sinar rembulan. Sehingga, tidak sedikit para pengunjung yang berswafoto untuk mengabadikan momen sekali dalam satu tahun ini.

Setelah seluruh persiapan di puncak selesai, kegiatan ritualpun dimulai. Tabur bunga menjadi kegiatan awal. Kemudian dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh seorang pemuka agama yang ditunjuk. Proses ritual sangat khusyuk. Seluruh pengunjungpun wajib untuk mengikutinya. yang menarik lagi, konon katanya area puncak gunung akan selalu mampu menampung berapapun jumlah pengunjung yang mengikuti ritual satu tahun sekali ini.

Setelah proses ritual selesai, berikutnya dilanjutkan dengan pembagian sedekah makanan kepada seluruh pengunjung. Tentunya pembagian ini di tempat yang sudah disiapkan. Pengunjung bebas mengambil sendiri tanpa harus membayar. Karena memang sengaja disediakan oleh warga sebagai sedekah dari seluruh rizki yang didapat selama satu tahun.

Kegiatan dilanjutkan di lingkungannya masing-masing. Mulai dari berdoa bersama warga lingkungan di tempat yang telah ditetapkan, membersihkan lingkungan masing-masing, membuka tempat pengumpulan sedekah berupa apem dumbo dengan tujuan disediakan khusus kepada sanak saudara atau teman dari luar desa yang berkunjung.

Kegiatan tidak berhenti di situ saja. Jumat malam diadakan pagelaran wayang kulit sekaligus ruwatan semalam suntuk. Hari Sabtu giliran Karang Taruna Desa mengadakan kegiatan pertunjukan seni di tiap wilayah perdukuhannya dan hari Minggu dilaksanakan Kirab atau Pawai Budaya. Menariknya, dalam setiap tahapan kegiatan ini, makanan utama yang disediakan oleh warga adalah apem dumbo. Sehingga apem dumbo menjadi icon makanan di desa Ngadirenggo saat kegiatan tahunan ini dilaksanakan. Termasuk di tahun ini. Walaupun pelaksanaannya sedikit berbeda akibat munculnya pandemi covid-19 di negeri ini. Sehingga ada beberapa kegiatan yang tidak dijalankan. Tapi untuk kegiatan ritual inti tetap berjalan.

Setidaknya ada beberapa poin positif yang dapat kita petik dari berjalannya ritual adat dan budaya tahunan ini. (1) Masyarakat selalu diingatkan dan tidak melupakan sejarah panjang perjuangan para pendahulunya. (2) Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena selama prosesi selalu mengutamakan doa bersama. (3) Mempererat rasa kekeluargaan antar warga. (4) Menghidupkan kembali semangat gotong-royong di lingkungan. (5) Membiasakan diri untuk hidup bersih secara lahir maupun batin. (6) Bersama-sama dengan seluruh warga dan Pemerintah Desa untuk melahirkan semangat “mbangun desa”. (7) Melestarikan adat dan budaya. (8) Membiasakan untuk tidak melupakan sedekah dan berbagi kepada sesama.

Banyak hal yang dapat dipetik dari perjalanan adat dan budaya yang ada di Negara kita. tidak hanya sekedar hiburan belaka, namun memiliki nilai yang sangat mendalam. Nilai yang mampu mengubah hidup kita menjadi lebih baik dan lebih bermakna.

Selasa, 14 Juli 2020

Penanaman Karakter, Tetap “Mlanthing” di Tengah Pembelajaran Daring


Beberapa waktu lalu pemerintah mengeluarkan kebijakan belajar dari rumah akibat munculnya pandemi covid-19. Di awal ada yang memang sudah siap dan banyak juga yang bingung karena belum pernah melakukannya. Di awal proses pembelajaran tahun 2020/2021 inipun mungkin belajar dari rumah akan terus dikembangkan.

Banyak sisi positif dan negatif dari adanya perubahan kebiasaan ini, di mana pernah dibahas dalam artikel sebelumnya (https://pingkanhendrayana.blogspot.com/2020/06/mendadak-dangdut-bukan-mendadak-daring.html). Namun dalam sebuah diskusi tentang pembelajaran daring, muncul pertanyaan yang menarik dari peserta, yaitu bagaimana cara untuk menguatkan karakter di masa pembelajaran daring?

Membutuhkan sebuah pemikiran yang bijak dalam menjawab pertanyaan ini. Seorang pendidik harus memiliki strategi yang tepat untuk menanamkan karakter pada peserta didik dalam situasi dan kondisi seperti ini. Di sinilah peran seorang pendidik dituntut mampu mengembangkan dan menunjukkan daya kreatifitas serta inovasinya untuk kepentingan pendidikan. Dengan demikian, sudah tidak ada lagi pendidik yang setiap hari hanya mengulang-ulang materi dan gaya penyampaian yang sama di setiap tahunnya.

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah menentukan ada 18 nilai yang harus dikembangan dalam pendidikan, yaitu nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.

Sehingga seorang pendidik harus mampu menanamkan dan mengembangkannya melalui pembelajaran daring. Misalkan penguatan karakter jujur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jujur memiliki arti lurus hati, tidak berbohong dan tidak curang. Dalam pembelajaran daring, penanaman karakter ini dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan memberikan penugasan dalam bentuk pembuatan vlog sederhana. Vlog yang dimaksud adalah vlog yang dibuat sendiri dengan aktor/aktrisnya juga dirinya sendiri. Dari penugasan ini secara otomatis pendidik akan mengetahui bagaimana kemampuan dari peserta didik secara mandiri, mulai kemampuan dalam berbicara, merangkai kata, wawasannya dan lain sebagainya sesuai dengan tema yang telah ditentukan.

Penguatan karakter disiplin juga dapat dengan mudah kita tanamkan kepada peserta didik di masa pembelajaran daring. Diantaranya, sesekali kita mengadakan acara diskuli online dengan jadwal yang telah ditentukan. Tidak perlu lama dalam mengadakan diskusi online ini, mengingat target utama dari diskusi ini bukan pada isinya, akan tetapi untuk melihat siapa yang masuk dalam diskusi tepat waktu. Selain itu, kita juga dapat menanamkan karakter disiplin melalui ketepatan peserta didik dalam mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Selain itu, untuk menanamkan dan mengembangkan karakter kreatif juga banyak sekali caranya. Jelas cara yang paling utama adalah pendidiknya harus kreatif terlebih dahulu. Artinya, seorang pendidik harus memiliki ide-ide kreatif untuk memunculkan kreatifitas peserta didik. Tapi jika pendidik tidak memiliki ide kreatif, maka sudah pasti peserta didik juga sulit untuk mengembangkan ide kreatifnya, karena pendidik yang bertugas sebagai pemantik tidak memiliki alat untuk memantiknya.

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk menanamkan dan mengembangkan karakter di tengah pandemi kepada peserta didik. Kata kuncinya adalah tidak mengeluh, kreatif, inovatif dan mau untuk berpikir positif. Dengan begitu, secara bertahap pembelajaran daring ini nantinya akan dapat menjadi kebiasaan dan pada akhirnya menjadi jalan baru untuk menuju kesuksesan.

Senin, 29 Juni 2020

Mendadak Dangdut, Bukan Mendadak Daring


Pembelajaran daring, dua kata yang akhir-akhir ini sedang menjadi topik perbincangan di dunia pendidikan. Bahkan dalam obrolan santai ada celetukan, kalau dulu viral mendadak dangdut, sekarang yang viral adalah mendadak daring, sehingga ada yang dibuat kaget olehnya.

Akibat munculnya pandemi covid-19 membuat dunia pendidikan harus mengubah kebiasaan yang sudah bertahun-tahun dijalankan. Kebiasaan untuk selalu bertatap muka antara pendidik dan peserta didik, saling bertegur sapa secara langsung di antara mereka, melaksanakan kegiatan secara manual dan lain sebagainya. Semua itu sementara harus diubah.

Akibat dari perubahan yang signifikan itu, dan dikuatkan dengan munculnya kebijakan pemerintah membuat dunia pendidikan harus berbenah. Mulai dari pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, bahkan sampai pada peserta didik sekalipun. Semua harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada saat ini.

Dengan adanya kebijakan baru, tentunya ada yang siap dan juga ada yang masih menuju siap. Beberapa orang berpandangan bahwa pembelajaran daring banyak menyimpan kelemahan dalam pelaksanaannya. Diantaranya, (1) Cenderung dalam prosesnya mengabaikan aspek sosial. Artinya, interaksi sosial antara pendidik dengan peserta didik dan antar peserta didik sendiri menjadi berkurang. Sehingga akibat yang nyata, hubungan sosial dan emosionalnya tidak sekuat saat mereka bertemu dan berinteraksi secara langsung. (2) Pendidik jelas dituntut harus mampu menguasai pembelajaran daring. Tidak hanya menguasai pembelajaran, tetapi pendidik harus kreatif dan memiliki inovasi dalam prosesnya, sehingga peserta didik menjadi tertarik untuk mengikutinya. Jika tidak memiliki banyak inovasi, besar kemungkinan minat belajar peserta didik akan menurun, akibatnya target akhir pembelajaran tidak akan tercapai. (3) Pembelajaran daring membutuhkan motivasi belajar yang tinggi bagi peserta didik. Karena tanpa adanya motivasi belajar yang tinggi, peserta didik akan kesulitan dalam mengikuti dan memahami materi yang disampaikan. Ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pendidik untuk mampu selalu membangkitkan motivasi belajar peserta didik, terlepas peserta didik juga memiliki andil besar dalam menumbuhkan motivasi belajar dalam dirinya. (4) Ketersediaan fasilitas pembelajaran daring yang belum merata. Jika di kota-kota besar mungkin tidak ada masalah dalam hal ini, namun di daerah-daerah pinggiran masih sering kita temukan. Mulai dari jaringan wifi yang kadang sulit untuk didapatkan, kemampuan peserta didik dalam menyediakan paket data, hp yang mungkin belum standar dan lain sebagainya.

Namun di balik semua itu, banyak kelebihan yang dapat dirasakan dengan adanya perubahan ini. Dengan kebijakan pembelajaran daring ini, (1) Komunikasi dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dan efektif. Kita tidak perlu menunggu harus bertemu secara langsung, namun dengan adanya kebiasaan pembelajaran daring, kita menjadi lebih siap setiap saat untuk berkomunikasi dan belajar. (2) Kita dapat mengakses pembelajaran secara lebih luas. Dulu kita mengikuti kegiatan diskusi atau seminar harus menunggu waktu yang tepat untuk dapat hadir secara langsung. Bahkan kita sering terkendala dengan batas ruang dan waktu. Tetapi sekarang sudah tidak lagi. Di manapun kita berada, kita dapat mengikutinya. Bahkan tidak hanya terbatas di daerah sendiri, di level yang lebih tinggi tingkat nasional sekalipun misalnya, kita juga dapat dengan mudah untuk mengikutinya. Tentunya malah dengan cakupan peserta dari daerah seantero nusantara. (3) Peserta didik menjadi terbiasa belajar dengan tidak tergantung pada keberadaan pendidik. Jika dulu ada peserta didik yang belajar hanya saat berada di hadapan pendidik, secara bertahap hal itu akan terkikis. Sehingga kesadaran belajar untuk kepentingan masa depannya akan tumbuh dengan sendirinya.

Mengubah kebiasaan memang terkesan berat. Apalagi jika kebiasaan itu sudah mengakar atau bahkan menyatu dengan urat nadi kita. Namun, ketika ada niatan yang kuat dan tindakan yang nyata, maka tidak ada yang tidak mungkin. Sebuah perubahan memang membutuhkan proses yang panjang. Perubahan juga membutuhkan keberanian. Berani untuk menerima kritik, berani untuk berpikir positif dan berani untuk menjadi lebih baik. Hari ini dunia pendidikan membutuhkan orang-orang yang mau berpikir positif, orang-orang yang mampu menebar optimisme, bukan orang-orang yang suka menebar kebencian membabibuta. Dengan begitu, suatu saat kita akan berada pada titik di mana kita merasa bangga dengan perjuangan yang telah kita lakukan bersama.

Selasa, 23 Juni 2020

Berorganisasi, Pilihan ataukah Keharusan?


Dalam sebuah perbincangan kecil di kantin sekolah, sedikit terjadi perdebatan tentang munculnya pertanyaan menarik. Sebenarnya perlukah masuk dan aktif dalam sebuah organisasi di sekolah?

Ada dua anak yang memiliki pandangan berbeda. Satu anak berpandangan bahwa tujuan sekolah adalah untuk mencari ilmu, sehingga fokusnya harus pada mata pelajaran. Tapi anak lain berpandangan, benar kita masuk sekolah dengan tujuan untuk mencari ilmu, namun tidak cukup hanya ilmu dari mata pelajaran. Karena ilmu atau materi dari mata pelajaran belum cukup untuk bekal hidup, sehingga perlu pendampingnya yaitu pengalaman di lapangan yang salah satunya melalui pembelajaran di dalam sebuah organisasi.

Berpendapat adalah hak, sehingga siapapun tidak dapat melarangnya. Bagi orang tertentu boleh saja berpandangan bahwa tujuan sekolah adalah untuk belajar ilmu mata pelajaran. Memang banyak mata pelajaran yang harus dipelajari di sekolah. Belum lagi tugas dan kesibukan lain akibat dari proses pembelajaran. Bahkan kecenderungan orang lain termasuk mungkin sebagian orang tua mengukur keberhasilan belajar anaknya di sekolah dari nilai pelajaran yang tertera di dalam raport. Ketika nilai di dalam raport terlihat kecil, sudah dianggap anaknya gagal dan perlu peningkatan belajar. Kalau perlu peningkatan belajar iya, tapi kalau gagal belum tentu.

Orang lain berpandangan tidak cukup hanya belajar ilmu mata pelajaran di sekolah. Dibutuhkan pengalaman lapangan sebagai bekal perjuangan di tahapan berikutnya dalam kehidupan. Ilmu pelajaran penting, tapi pengalaman juga penting. Pengalaman di lapangan dapat diperoleh salah satunya dari pembelajaran dalam mengelola sebuah organisasi. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan masuk dan aktif di sebuah organisasi. Selain dapat menambah pengalaman di lapangan, masuk dan aktif di sebuah organisasi akan dapat menambah kepekaan sosial dan juga dapat dijadikan sebagai media penyegaran setelah proses pembelajaran materi pelajaran.

Banyak pengalaman yang didapat saat seseorang mengelola sebuah organisasi. Untuk mempermudah pemahaman, organisasi dapat diumpamakan sebagai rumah tangga. Bagaimana seseorang mampu mempertahankan keutuhan rumah tangganya, membuatnya tetap hidup, menyelesaikan semua konflik yang ada di dalamnya dan lain sebagainya. Ini adalah sebuah pembelajaran yang mendalam. Ketika seseorang sudah terbiasa untuk mempelajarinya sejak dini, maka nantinya mereka akan lebih siap dalam menjalani kehidupan yang sebenarnya.

Memang di tataran siswa kadang merasa sulit ketika dihadapkan pada dua pilihan, antara fokus pelajaran atau organisasi. Padahal di sini sebenarnya bukan pilihan, tetapi lebih tepatnya adalah harus saling berdampingan. Antara kemampuan akademik dan nonakademik harus seiring sejalan. Kemampuan akademik adalah kemampuan dalam menguasai ilmu dari mata pelajaran, sedangkan kemampuan nonakademik adalah kemampuan lain di luar mata pelajaran yang salah satunya didapat dari sebuah organisasi.

Dua hal ini bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Siswa harus mampu dalam pembelajaran bidang akademik, selain itu juga harus menguasai ilmu dalam bidang nonakademik. Dengan begitu, ketika siswa mampu menyandingkan kedua hal ini, maka dia akan memiliki kesiapan yang lebih dalam menjalani hiruk pikuk perjuangan di tahapan berikutnya dalam kehidupan yang nyata.

Jumat, 12 Juni 2020

Beban, Target dan Pengalaman


Banyak cara yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk sejenak tertawa lepas dan meninggalkan semua masalah yang sedang dialaminya. Karena kita sadar bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang tidak memiliki masalah. Beberapa orang pernah sambil bersenda gurau mengatakan bahwa orang gila tidak memiliki beban masalah, namun ungkapan itu belum tentu benar. Mungkin juga orang gila memiliki beban masalah layaknya orang normal atau bahkan lebih.

Beban masalah dalam hidup memang cenderung bersifat subjektif. Artinya tergantung siapa yang merasakannya. Ada kalanya orang tertentu merasakan beban masalah dalam hidupnya sangat berat, namun menurut orang lain hanya biasa saja. Karena mungkin orang yang mengatakan biasa saja sudah pernah merasakan yang lebih berat dari yang pernah dirasakan oleh orang lain. Misalkan bagi pelajar menganggap pekerjaan rumah menjadi beban, mahasiswa menganggap tugas kuliah menjadi beban, pemuda menganggap pekerjaan menjadi beban, orang tua menganggap biaya hidup menjadi beban dan lain sebagainya. Jika beban itu dibalik, subjektifitasnya akan kelihatan.

Berbicara beban masalah dalam hidup tidak dapat lepas dari sebuah pengalaman. Semakin seseorang sering mengalami beban hidup dengan berbagai tingkatan, semakin pula orang itu memiliki banyak pengalaman. Sehingga jika nantinya menghadapi beban hidup yang lagi-lagi menurut orang lain berat, maka akan terasa biasa saja atau bahkan lebih ringan karena sudah memiliki banyak pengalaman dalam menghadapinya.

Tapi semua itu kembali pada bagaimana seseorang menyikapi dan “mengelola” beban masalah hidupnya masing-masing. Apakah kita perlu lari dan menjauh dari beban permasalahan? Mungkin itu bukan solusi. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk menghadapi beban permasalahan yang dialaminya. Pertama dengan memanfaatkan hobi. Kita harus mengingat kembali apa hobi yang kita miliki. Kadang kita tidak sadar bahwa sebenarnya Tuhan memberikan anugerah yang sangat besar kepada kita dengan memberikan hobi. Karena tidak ada manusia yang mampu memberikan hobi kepada kita, kalau sekedar pembiasaan mungkin iya. Hobi berasal dari dalam diri seseorang yang langsung diturunkan oleh Tuhan. Dan bahkan banyak orang yang mengatakan hobi tidak dapat diwakilkan. Jika seseorang melakukan hobi itu, secara tidak sadar dia akan terbawa alur untuk menikmatinya dengan penuh perasaan senang dan lupa dengan masalah yang dialaminya. Misalkan hobi memancing, bermain sepak bola, bermain musik, membaca, menulis dan lain sebagainya. Tapi, bukan berarti jika kita melihat orang yang melakukan hobi langsung kita simpulkan bahwa orang itu memiliki beban permasalahan.

Yang kedua dengan memanfaatkan media curah masalah. Kadang ada orang yang memiliki masalah dalam hidupnya tapi bingung ke mana harus berbagi. Bukan berbagi masalah, tapi berbagi cerita. Banyak tempat untuk menuangkan sebagian atau bahkan seluruh cerita beban masalahnya. Diantaranya, jika kita memang percaya kepada orang lain boleh lah kita berbagi cerita dengan sesama, tapi dengan catatan harus memang benar-benar dengan orang yang dapat dipercaya. Karena jika tidak, maka akan dapat menimbulkan permasalahan baru. Namun, jika sulit mendapatkannya, kita dapat memanfaatkan media benda mati, misalkan secarik kertas dan pena. Kita ceritakan semua yang kita rasakan pada “mereka”. Biarkan benda mati itu menjadi saksi betapa berat atau ringannya masalah yang pernah kita hadapi. Sehingga suatu ketika kita dapat melihatnya kembali dan sejenak bernostalgia dengan masalah yang pernah kita rasa, bukan untuk kembali pada masalahnya tapi jika memungkinkan kita ubah coretan curah masalah itu menjadi sesuatu yang produktif yang bersifat positif.

Yang ketiga dengan mengubah mindset terhadap masalah yang kita alami. Jika awalnya kita menganggap bahwa masalah yang kita alami sebagai beban, maka secara perlahan kita harus ubah menjadi target. Hal ini memang sulit, namun dengan niat dan tekad yang kuat maka tidak ada yang tidak mungkin. Mengubah beban menjadi target adalah sesuatu yang positif. Artinya dengan kita mengubah beban menjadi target, secara tidak langsung ada keinginan untuk menemukan solusi penyelesaian masalah yang tumbuh dalam diri. Amunisi inilah yang sangat dibutuhkan saat kita terbentur pada sebuah permasalahan yang menjadi beban. Ketika amunisi ini sudah tumbuh dalam diri, maka kita tinggal menyiram dan memupuknya hingga bersemai, pada akhirnya mampu menghiasi kehidupan kita menjadi lebih indah dan benar-benar dapat merasakan kebahagiaan yang nyata.

Minggu, 07 Juni 2020

Pelajar? Saya Harus Bagaimana?

Banyak orang yang mengatakan bahwa SMA adalah masa yang paling indah. Kalimat itu sangat relevan jika diperuntukkan bagi yang telah lulus dan menyelesaikan bangku putih abu-abu. Walaupun sebenarnya yang putih abu-abu seragamnya bukan bangkunya. Tapi menariknya, ketika muncul warna putih abu-abu, ingatan kita akan kembali menerawang jauh bagaimana kita merasakan indahnya cerita bak di dalam novel atau drama telenovela. Terlepas sebenarnya ada banyak juga kerikil tajam yang membuat kita tidak nyaman, namun kerikil tajam itu perlahan hilang tergelincir oleh derasnya air hujan, sehingga sekarang yang nampak di ingatan hanya kebahagian dan keindahan masa silam.

Kembali pada ungkapan SMA adalah masa yang paling indah. Mungkin ungkapan itu tidak berlaku bagi mereka yang saat ini masih menjalaninya. Lebih ekstrim lagi bagi sebagian kecil dari mereka merasakan bahwa SMA adalah masa yang penuh dengan luka. Setiap hari mereka harus bangun pagi, jika terlambat harus siap bertanggung jawab, mereka bertemu dengan guru yang mungkin kurang disukai, setiap hari dipaksa untuk membaca, harus mengerjakan tugas, harus disiplin dan juga harus tertib. Belum lagi ada masalah-masalah pribadi yang meretakkan hati. Misalkan memendam rasa cinta pada teman, melihat orang yang disukai malah menyukai orang lain, tidak berani mengungkapkan perasaan, diputus orang yang dicintai, ditinggalkan tanpa kata perpisahan dan bahkan ditolak cintanya oleh teman sendiri. Semua itu menjadi sebab ungkapan tersebut tidak relevan bagi sebagian dari mereka yang masih menjalaninya.

Tapi, kita harus mengingat kembali siapa kita. Kita adalah pelajar yang menjadi wadah untuk menyimpan banyak harapan. Siapa yang menyimpannya? Jelas yang pertama adalah orang tua kita. Tanpa kita sadari, orang tua memiliki harapan yang sangat besar kepada kita. Tidak ada di dunia ini orang tua yang tidak menginginkan anaknya sukses, sehingga nantinya dapat membawa orang tua menjadi lebih bahagia. Yang kedua adalah orang-orang yang ada di sekitar kita, mereka sangat menaruh harapan kepada kita. Mereka menginginkan kita untuk dapat menjadi contoh di lingkungannya. Sehingga, ketika kita diharapkan untuk dapat menjadi contoh, tentunya harus menjadi contoh yang baik. Ketiga adalah bangsa dan Negara. Bangsa dan Negara ini juga menaruh harapan besar pada kita. Ibu Pertiwi sangat berharap nantinya kita menjadi pemimpin bangsa yang mampu mengayomi dan menjaga tanah air ini.

Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pelajar untuk membuat orang-orang yang menyimpan harapannya tersenyum lega. Setidaknya berdasarkan pengamatan dan analisis penulis ada tiga hal utama yang harus dilakukan oleh pelajar. (1) Menguasai hati; (2) Menguasai otak; (3) Menguasai gerak.

Hati merupakan pengendali dalam diri. Bagaimana kita dapat menggunakan hati kita untuk mengendalikan hal-hal negatif yang kadang terdorong ingin kita lakukan. Selain itu, kita juga harus mampu menata hati kita untuk selalu dekat dengan Tuhan dimanapun kita berada. Jangan pernah lepas, karena kita harus ingat bahwa kekuatan terbesar semuanya berada pada-Nya. Dan kita hanya mampu untuk berusaha dan berdoa kepada-Nya.

Yang kedua adalah mampu menguasai otak. Sebagai pelajar sudah menjadi hal yang lumrah untuk memanfaatkan otak dengan baik. Jangan biarkan otak kita lemah. Asah terus hingga kita mampu menggunakannya. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengasah otak, diantaranya membiasakan diri untuk membaca, tidak malu bertanya kepada orang yang lebih paham, belajar dengan giat, sering berdiskusi untuk membahas materi dan masih banyak lagi. Sebagai salah satu indikator bahwa kita mampu mengasah otak kita dengan baik adalah berhasil dalam proses pembelajaran.

Yang ketiga, kita harus mampu menguasai gerak. Artinya kita harus aktif di lapangan. Aktif yang dimaksud adalah dalam hal positif. Misalkan, kita aktif dalam sebuah organisasi di sekolah, terlepas organisasi intra maupun ekstra. Jangan bermalas-malasan, karena ingat ketika kita aktif bergerak maka secara tidak langsung memori kita akan mencatatkan sebuah pengalaman, sehingga dengan pengalaman itu akan lebih mendekatkan kita menuju gerbang kesuksesan.


Tiga hal itu setidaknya dapat dilakukan oleh pelajar. Sekali lagi pelajar merupakan wadah untuk menyimpan harapan. Jangan pernah sia-siakan orang yang telah menaruh harapan besar pada kita. Mari kita mencatatkan keindahan di “masa silam”, agar nantinya kita dapat merasakan bahwa SMA adalah masa yang paling indah seperti yang pernah dirasakan oleh orang-orang yang hari ini telah berhasil menggenggam kesuksesan.

Kamis, 04 Juni 2020

Kekuatan yang Tersimpan

Pingkan Hendrayana

Sudah tahukah sebenarnya jika diri kita adalah pemuda? Untuk apa pemuda? Haruskah kita bangga sebagai pemuda? Banyak pertanyaan yang kadang berkecamuk ketika teringat dengan istilah pemuda.

Banyak orang yang menaruh kepercayaan untuk bertindak kepada pemuda. Bahkan pada kelompok tertentu, pemuda menjadi garda terdepan untuk melakukan sebuah gerakan. Contoh yang paling mudah dan sering terjadi di daerah pedesaan. Kebetulan penulis merupakan salah satu bagian yang ada di pedesaan, tepatnya sebagai warga desa.

Di desa, pemuda memiliki peran yang sangat sentral. Banyak kegiatan yang dipercayakan kepadanya. Bahkan seluruh kepercayaan yang dibebankan, maaf yang tepat bukan dibebankan akan tetapi dipercayakan kepada pemuda dapat dilaksanakan hampir dan bahkan sempurna. Terlepas kemudian ada satu atau dua yang di sini penulis tidak menuliskan istilah gagal tetapi tepatnya perlu evaluasi. Karena hal itu sifatnya manusiawi.

Artinya pemuda memiliki potensi yang sangat besar. Terlepas juga ada sebagian kecil dari golongan muda yang kadang acuh dalam sebuah gerakan atau kegiatan. Tinggal bagaimana masyarakat secara umum memberikan kepercayaan kepada mereka.

Karakter yang dimiliki oleh pemuda secara umum berdasarkan pengamatan penulis ada beberapa, diantaranya (1) Pemuda memiliki emosi yang tinggi; (2) Pemuda cenderung memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi; (3) Pemuda memiliki kekuatan yang lebih dalam bergerak; (4) Pemuda membutuhkan kepercayaan; (5) Pemuda membutuhkan pengakuan.

Pemuda memiliki emosi yang tinggi sehingga mudah sekali tersulut emosi, sehingga kita sering sekali melihat mereka melakukan tindakan yang berhubungan dengan emosi. Namun, di balik emosi yang tinggi ini, jika kita mampu mengendalikannya dengan baik, maka akan menjadi sebuah kekuatan yang positif dan berguna untuk banyak orang.

Pemuda cenderung memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi jika mendapatkan tugas. Artinya sekali mendapatkan tugas mereka akan lebih menyadari bahwa harus menjalankan tugas itu dengan tuntas. Bahkan jika pemuda berada dalam sebuah wadah, organisasi misalkan akan lebih membela dan memegang teguh nama baik organisasinya.

Selain hal di atas, pemuda juga memiliki kekuatan yang sangat besar dalam bergerak. Mereka total dalam menjalankan tugasnya. Selain memang dasarnya sudah memiliki daya dan power yang tinggi.

Satu hal lagi, pemuda membutuhkan sebuah kepercayaan. Memang pemuda terkesan acuh tak acuh dalam kehidupannya, atau bahkan cenderung suka melakukan tindakan semaunya sendiri yang penting sesuai dengan kesenangannya. Namun, sekali pemuda diberikan kepercayaan yang penuh, maka banyak yang akan dilakukannya. Bahkan kadang melebihi ekspektasi dari yang memberikan kepercayaan.

Ada satu hal lagi yang sangat penting dan harus didapat oleh pemuda. Yaitu pengakuan. Tidak banyak yang menjadi tuntutan, bahkan berdasarkan pengamatan penulis, tidak banyak pemuda yang cenderung membutuhkan imbalan berupa materi. Pengakuan lah yang lebih diinginkan. Dengan pengakuan itu akan menambah semangatnya untuk bergerak lebih total dan massif.

Melihat hal di atas, pemuda menyimpan kekuatan yang luar biasa. Tinggal bagaimana kita menggunakan dan memanfaatkan kekuatan itu secara optimal ke arah yang positif. Pemuda butuh niat, butuh kemauan dan butuh pengendalian yang bersumber dari dirinya sendiri. Satu lagi, pemuda juga butuh mentor yang siap untuk mendampingi, mengarahkan dan menginspirasi agar kekuatan yang dimilikinya dapat tersalurkan untuk kebaikan.

Salam Pemuda !

Trenggalek, 5 Juni 2020

Selasa, 02 Juni 2020

Tentang Manusia dan Diri Kita

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang memiliki akal sehat sehingga mereka (manusia) dapat berpikir tentang apa yang akan dilakukannya. Selain itu manusia juga merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lainnya.
Selain memiliki akal sehat, manusia juga memiliki nafsu yang telah dianugerahkannya, sehingga dengan nafsu inilah manusia seakan mempunyai keinginan yang begitu menggebu. Baik keinginan itu berupa hal yang positif, maupun negatif. Inilah ciri yang mendasar dari sosok makhluk yang dinamakan manusia.
Sebenarnya hewan juga makhluk ciptaan Tuhan, tapi hewan kurang sempurna, karena mereka tidak dianugerahi akal yang sehat oleh Tuhan. Sehingga mereka hanya bisa memiliki keinginan yang menggebu tetapi tidak mengetahui bagaimana ia dapat mengejawantahkan keinginan tersebut dan apa dampak dari keinginannya itu, akhirnya hanya sebuah kebrutalan yang dia miliki dan hanya sebuah kebuntuan pikir yang mereka alami.
Namun dibalik semua itu, kadang manusia juga ada  yang memiliki sifat seperti itu. Kalau dipikir memang benar jika ada manusia yang memiliki pemikiran seperti hewan, bukan memiliki fisik seperti hewan. Kita dapat melihat bagaimana kelakuan si manusia tersebut, memiliki kemiripan sifat atau tidak. Kalau memiliki berarti tidak salah.
Manusia kadang memang memiliki kecenderungan bersifat seperti hewan. Karena manusia juga memiliki nafsu. Kita tahu nafsu itu ada dua, yaitu nafsu untuk berbuat yang positif dan nafsu untuk berbuat negatif.
Pertama, nafsu untuk berbuat positif. Nafsu ini tidak membahayakan. Bahkan nafsu ini sangat baik ketika manusia mau dan mampu untuk mengembangkannya. Sudah jelas, ketika manusia menjalankan atau mengembangkan nafsu ini maka dia tidak akan membuat orang lain sengsara dan bahkan kadang malah membuat orang lain menjadi bahagia. Inilah kalau manusia melakukan nafsu yang positif. Tapi berbeda lagi jika manusia mengembangkan nafsu yang kedua.
Kedua, nafsu negatif. Nafsu ini cenderung bersifat merugikan dan menciptakan kejahatan di muka bumi. Ketika manusia mengembangkan, bahkan menjalankan nafsu ini, dia cenderung akan membuat orang lain merugi, bahkan nafsu ini dapat merusak.
Sangat bahaya jikalau manusia melakukan dan mengembangkan nafsu ini, karena kecenderungannya adalah dia tidak memiliki aturan sehingga apapun akan dia lakukan yang penting bisa memuluskan jalan menuju apa yang dia inginkan. Bahkan banyak orang yang mengatakan kalau dia akan menghalalkan segala cara untuk mewujudkan keinginannya tanpa mengindahkan bagaimana kondisi orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Capek memang kalau kita mencoba berpikir realistis tentang kejadian di muka bumi ini, apalagi kalau berbicara soal manusia. Karena sampai kapanpun kita sulit untuk memilih manusia yang baik dan tidak. Berdasarkan pandangan pribadi, saya tidak memiliki ukuran yang muluk – muluk dalam menentukan mana manusia yang baik dan mana manusia yang tidak baik. Hanya satu yang mendasari saya untuk melihat mana manusia yang baik dan tidak. Kita dapat mengetahui secara mendalam tentang manusia itu  dengan melihat dari nafsu yang dimilikinya, walaupun tanpa menegasikan sifat lainnya yang seharusnya menjadi tolok ukur baik atau tidaknya manusia.
Sekali lagi memang sulit untuk memilih dan mengidentifikasi semua itu. Karena mengingat perkataan orang bahwa “dunia ini adalah panggung sandiwara”. Melihat kalimat tersebut, di dalam otak saya sedikit terbesit bahwa ternyata dengan jargon itu berarti menusia di dunia ini dapat berakting. Dengan begitulah kita akan kesulitan untuk menemukan siapa yang baik dan siapa yang tidak. Karena kalaupun toh kita dapat melihat secara sekilas manusia itu baik, tapi kita tidak dapat berpikir kalau manusia itu sebenarnya  sedang berakting atau tidak. Kalau tidak berakting, itu jelas tidak ada masalah. Tapi yang menjadi masalah adalah kalau pada saat kita menyaksikan, si manusia itu sedang berakting. Ini kan jadi masalah yang besar bagi kita. Kita akan tertipu dengan kedok aktingnya. Terlanjur kita terlalau percaya, ternyata dia tidak dapat dipercaya. Inilah yang harus kita pikirkan masak – masak. Makanya kenapa kemudian saya mengatakan sulit untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk pada manusia. Sehingga saya punya pemikiran, yang harus dilihat dulu adalah nmafsunya. Dia memiliki kecenderungan nafsu positif yang dominan, atau malah negatifnya yang dominan. Kalau positif yang dominan, kemungkinan walaupun kita harus tetap berhati – hati, kita tidak akan terjebak dengan pergaulan kita. Tapi kalau kecenderungan yang dominan adalah yang negatif, maka kita harus berpikir berulangkali dan berhati-hati bergaul dengan mereka.
Di dunia ini tidak ada manusia yang tidak memiliki nafsu negatif. Cuma kita dapat mengendalikan nafsu itu atau tidak.
Ini mungkin sedikit dapat pembaca jadikan gambaran untuk menentukan mana manusia yang baik dan tidak. Tentunya sekali lagi, tanpa menegasikan ciri dan sifat yang lainnya. Tetap berhati-hati dalam bergaul. Pikirkan dengan masak sebelum bertindak.