Senin, 29 Juni 2020

Mendadak Dangdut, Bukan Mendadak Daring


Pembelajaran daring, dua kata yang akhir-akhir ini sedang menjadi topik perbincangan di dunia pendidikan. Bahkan dalam obrolan santai ada celetukan, kalau dulu viral mendadak dangdut, sekarang yang viral adalah mendadak daring, sehingga ada yang dibuat kaget olehnya.

Akibat munculnya pandemi covid-19 membuat dunia pendidikan harus mengubah kebiasaan yang sudah bertahun-tahun dijalankan. Kebiasaan untuk selalu bertatap muka antara pendidik dan peserta didik, saling bertegur sapa secara langsung di antara mereka, melaksanakan kegiatan secara manual dan lain sebagainya. Semua itu sementara harus diubah.

Akibat dari perubahan yang signifikan itu, dan dikuatkan dengan munculnya kebijakan pemerintah membuat dunia pendidikan harus berbenah. Mulai dari pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, bahkan sampai pada peserta didik sekalipun. Semua harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada saat ini.

Dengan adanya kebijakan baru, tentunya ada yang siap dan juga ada yang masih menuju siap. Beberapa orang berpandangan bahwa pembelajaran daring banyak menyimpan kelemahan dalam pelaksanaannya. Diantaranya, (1) Cenderung dalam prosesnya mengabaikan aspek sosial. Artinya, interaksi sosial antara pendidik dengan peserta didik dan antar peserta didik sendiri menjadi berkurang. Sehingga akibat yang nyata, hubungan sosial dan emosionalnya tidak sekuat saat mereka bertemu dan berinteraksi secara langsung. (2) Pendidik jelas dituntut harus mampu menguasai pembelajaran daring. Tidak hanya menguasai pembelajaran, tetapi pendidik harus kreatif dan memiliki inovasi dalam prosesnya, sehingga peserta didik menjadi tertarik untuk mengikutinya. Jika tidak memiliki banyak inovasi, besar kemungkinan minat belajar peserta didik akan menurun, akibatnya target akhir pembelajaran tidak akan tercapai. (3) Pembelajaran daring membutuhkan motivasi belajar yang tinggi bagi peserta didik. Karena tanpa adanya motivasi belajar yang tinggi, peserta didik akan kesulitan dalam mengikuti dan memahami materi yang disampaikan. Ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pendidik untuk mampu selalu membangkitkan motivasi belajar peserta didik, terlepas peserta didik juga memiliki andil besar dalam menumbuhkan motivasi belajar dalam dirinya. (4) Ketersediaan fasilitas pembelajaran daring yang belum merata. Jika di kota-kota besar mungkin tidak ada masalah dalam hal ini, namun di daerah-daerah pinggiran masih sering kita temukan. Mulai dari jaringan wifi yang kadang sulit untuk didapatkan, kemampuan peserta didik dalam menyediakan paket data, hp yang mungkin belum standar dan lain sebagainya.

Namun di balik semua itu, banyak kelebihan yang dapat dirasakan dengan adanya perubahan ini. Dengan kebijakan pembelajaran daring ini, (1) Komunikasi dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dan efektif. Kita tidak perlu menunggu harus bertemu secara langsung, namun dengan adanya kebiasaan pembelajaran daring, kita menjadi lebih siap setiap saat untuk berkomunikasi dan belajar. (2) Kita dapat mengakses pembelajaran secara lebih luas. Dulu kita mengikuti kegiatan diskusi atau seminar harus menunggu waktu yang tepat untuk dapat hadir secara langsung. Bahkan kita sering terkendala dengan batas ruang dan waktu. Tetapi sekarang sudah tidak lagi. Di manapun kita berada, kita dapat mengikutinya. Bahkan tidak hanya terbatas di daerah sendiri, di level yang lebih tinggi tingkat nasional sekalipun misalnya, kita juga dapat dengan mudah untuk mengikutinya. Tentunya malah dengan cakupan peserta dari daerah seantero nusantara. (3) Peserta didik menjadi terbiasa belajar dengan tidak tergantung pada keberadaan pendidik. Jika dulu ada peserta didik yang belajar hanya saat berada di hadapan pendidik, secara bertahap hal itu akan terkikis. Sehingga kesadaran belajar untuk kepentingan masa depannya akan tumbuh dengan sendirinya.

Mengubah kebiasaan memang terkesan berat. Apalagi jika kebiasaan itu sudah mengakar atau bahkan menyatu dengan urat nadi kita. Namun, ketika ada niatan yang kuat dan tindakan yang nyata, maka tidak ada yang tidak mungkin. Sebuah perubahan memang membutuhkan proses yang panjang. Perubahan juga membutuhkan keberanian. Berani untuk menerima kritik, berani untuk berpikir positif dan berani untuk menjadi lebih baik. Hari ini dunia pendidikan membutuhkan orang-orang yang mau berpikir positif, orang-orang yang mampu menebar optimisme, bukan orang-orang yang suka menebar kebencian membabibuta. Dengan begitu, suatu saat kita akan berada pada titik di mana kita merasa bangga dengan perjuangan yang telah kita lakukan bersama.

2 komentar: