Berbicara karya sastra memang menarik dan
seolah tidak ada batasnya. Banyak orang menjadikan karya sastra sebagai hal
yang sangat nikmat untuk menghiasi lekuk kehidupannya. Ada pula yang menjadikan
karya sastra sebagai tempat pelampiasan terhadap apa yang dirasakan setiap
harinya.
Karya sastra merupakan salah satu karya seni
yang menggambarkan kenyataan yang ada di masyarakat. Karya seni tersebut
terbentuk melalui sentuhan imajinasi dan kreatifitas pengarangnya, sehingga
menjadi suatu bentuk karya seni yang estetik namun tetap syarat dengan makna.
Sesungguhnya diakui atau tidak, memahami hakikat sastra itu secara singkat dan
jelas tidaklah mudah, namun ini harus dilakukan. Karena dengan kita mampu
memahaminya maka secara otomatis kita juga akan mampu merasakannya.
Abrams (dalam Sriwahyuningtyas dan Wijaya Heru
Santosa, 2011: 1) mengatakan ada empat pendekatan terhadap karya sastra, yaitu
pendekatan mimetik, pendekatan pragmatik, pendekatan ekspresif, dan pendekatan
objektif. Teori struktural termasuk pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang
menganggap karya sastra dapat berdiri sendiri, menganggap bahwa karya sastra
bersifat otonom, terlepas dari alam sekitarnya, baik pembaca maupun
pengarangnya sendiri. Oleh karena itu, untuk dapat memahami sebuah karya
sastra, harus dianalisis strukturnya.
Karya sastra juga merupakan sebuah struktur
yang kompleks. Pengertian struktur menunjuk pada susunan atau tata urutan unsur
yang saling berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Unsur
ini adalah ide dan emosi yang dituangkan, sedangkan unsur bentuk adalah semua
elemen linguis yang dipakai untuk menuangkan isi ke dalam unsur fakta cerita,
sarana cerita, dan tema sastra, seperti yang diungkapkan oleh Wellek dan Werren
(dalam Sriwahyuningtyas dan Wijaya Heru Santosa, 2011: 2).
Faruk (2009: 39) mengemukakan bahwa pengertian
sastra dapat ditinjau dari berbagai sisi, yaitu: (1) sastra sebagai tulisan,
kemungkinan sastra sebagai tulisan tidak dapat dielakkan, karena secara
etimologis sastra itu sendiri sebagai nama yaitu tulisan. (2) sastra sebagai
bahasa, bahasa tampaknya merupakan unsur penting dan dasar dari pengertian
sastra. Namun, bahasa cenderung tidak dianggap sepenuhnya identik dengan
sastra. Sastra dipahami sebagai bahasa tertentu yang khusus, berbeda dari
bahasa pada umumnya. (3) sastra sebagai karya fiktif-imajinatif, acuan karya
sastra bukanlah dunia nyata, melainkan dunia fiksi, imajinasi.
Pernyataan-pernyataan yang ada di dalam berbagai genre sastra bukanlah
preposisi-preposisi logis. Karakter di dalam karya-karya sastra bukan
tokoh-tokoh sejarah dalam kehidupan nyata. Tokoh-tokoh dalam karya sastra itu
merupakan hasil ciptaan atau rekaan pengarang yang muncul begitu sasja, tidak
mempunyai sejarah, tidak mempunyai masa lalu. Ruang dan waktu dalam karya
sastrapun bukan ruang dan waktu kehidupan nyata.
Selain itu, Faruk (2009: 44) juga
mengungkapkan definisi karya sastra yang ke (4) yaitu bahwa karya sastra
sebagai ekspresi jiwa, definisi ini dianut oleh aliran romantik dan bahkan
definisi itu masih dianut hingga sekarang. Subagyo Sastrowardoyo (dalam Faruk,
2009: 44) mempercayai bahwa karya-karya puisinya merupakan usaha untuk memotret
apa yang berlangsung dengan cepat dalam jiwanya, dalam bawah sadarnya.
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan
seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan
bahasa sebagai mediumnya (Atar Semi, 1988: 8). Sebagai seni kreatif yang
menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya maka ia tidak saja
merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori, atau sistem berpikir,
tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori, atau sistem berpikir
manusia. Sebagai karya kratif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang
indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia. Di samping itu,
sastra harus pula mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan
tentang kehidupan umat manusia. Perlu ditegaskan kembali bahwa objek seni
sastra adalah pengalaman hidup manusia terutama yang menyangkut sosial budaya,
kesenian dan sistem berpikir.
Pengalaman hidup menjadi modal dasar untuk
melahirkan karya yang indah dan dapat dinikmati oleh banyak orang. Apalagi jika
dipadu dengan ide dan pemikiran yang brillian, dapat dipastikan akan
menghasilkan karya yang tidak hanya untuk dibaca, tapi juga untuk dirasakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar