Selasa, 30 Agustus 2022

MASIHKAH TERLELAP DALAM TIDUR PANJANG?


Tahun 2022 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi bangsa Indonesia. Hampir di seluruh bidang mengalami guncangan, termasuk dunia pendidikan. Perubahan cara belajar yang baru dari daring selama kurang lebih tiga tahun menjadi kembali luring membuat sebagian orang kembali terkaget. Bukan karena suka atau tidak suka, namun lebih pada permasalahan kesiapan mental dalam menghadapinya. Ada sebagian pelaku pendidikan yang memang sudah siap melaksanakannya, tapi ada juga yang belum siap sama sekali dalam menghadapinya karena “terninabobokkan” oleh pembiasaan daring.

Perubahan cara belajar dari tatap maya untuk kembali menjadi tatap muka memang membutuhkan niat dan motivasi yang luar biasa, terlebih bagi anak-anak kta.

Kadang kita mendengar ada anak yang mengeluh dengan dikembalikannya pada cara belajar sebelumnya (sebelum pandemi). Mereka beranggapan rutinitas hidupnya harus berubah drastis. Mereka harus kembali bangun pagi, menyiapkan semua proses pendidikan di sekolah, dan menjalankan kegiatan dalam waktu yang panjang.

Atas dasar ketidaksiapan dan masih dalam proses adaptasi inilah yang menjadi senjata ampuh bagi sebagian kecil anak-anak kita untuk tidak melaksanakan aturan yang telah disepakati bersama di sekolah.

Tidak ayal kita sebagai pendidik sering mendapati peserta didik yang datang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Alasan klasik yang selalu dimunculkan adalah terlambat bangun akibat belum terbiasa karena masih dalam masa transisi usai pandemi. Ini kadang membuat pendidik benar-benar diuji kesabarannya dalam rangka menguatkan karakter peserta didik menjadi lebih baik.

Namun, kita tidak boleh tinggal diam, apalagi hilang kesabaran. Jika semua hanya meluapkannya dengan energi negatif belaka, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Sedapat mungkin harus mencoba mencari solusi untuk tetap bertahan menjadi penuntun bagi anak-anak kita menuju lahirnya kembali pembiasaan yang positif. Jika menyerah, maka pendidikan anak bangsa yang menjadi taruhannya. Generasi pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini hanya akan menjadi sebuah pertanyaan.

Tugas utama kita adalah “menyuntikkan” kembali semangat kepada anak-anak yang belum mampu kembali dari “tidur panjangnya”. Karena anak-anak kita menjadi titik fokus dalam dunia pendidikan.

Hal yang perlu kita lakukan adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk menceritakan apa masalah yang mereka hadapi sehingga kebiasaan baru untuk taat aturan belum bisa dikembalikan. Pendidik harus sabar menjadi pendengar setia bagi anak-anaknya. Baru setelah mereka puas bercerita, kita dapat menangkap dan memberikan pemantik kepada anak-anak kita untuk melahirkan keinginan menjadi lebih baik dari dalam dirinya. Secara perlahan keingan untuk menjadi lebih baik akan terlahir dengan sendirinya. Dengan demikian kita tinggal memberikan motivasi sebagai penguat untuk memantapkan keinginan dalam upaya menjalankan kesepakatan.

Butuh orang-orang yang mampu memberikan motovasi dan pendampingan kepada mereka, agar mereka tetap memiliki semangat yang benar-benar tertancap. Karena ketika semangat mereka luntur, maka akan mudah sekali untuk kembali terjerumus dalam kebiasaan yang kurang mendidik.

Untuk itu, di saat kita telah melaksanakan berbagai strategi demi lahirnya kembali semangat anak-anak kita menjadi lebih baik, maka saat itu pula kita juga harus mau dan mampu menggerakkan orang-orang di sekitar kita melaksanakan hal yang sama.

Sesuatu yang baik tidak cukup dilakukan sendiri. Sesuatu yang baik membutuhkan kebersamaan untuk menjalankan. Dengan kebersamaan yang dilandasi kesamaan tujuan, maka keyakinan untuk dapat mengembalikan kebiasaan seperti sebelum masa “tidur panjang” akan benar-benar kembali terlahirkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar