Tahun 2020 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi bangsa Indonesia. Hampir
di seluruh bidang mengalami guncangan, termasuk dunia pendidikan. Perubahan cara
belajar yang baru membuat sebagian orang terkaget. Bukan karena suka atau tidak
suka, namun lebih pada permasalahan kesiapan dalam menghadapinya. Ada orang
yang memang sudah siap melaksanakannya, tapi ada juga yang belum siap sama
sekali dalam menghadapinya.
Perubahan cara belajar dari tatap muka menjadi tatap maya memang
menjadi gempar. Bahkan di setiap sudut warung kopi, lingkungan, tempat bermain
anak dan lain sebagainya hal ini selalu menjadi topik pembicaraan utama.
Kadang kita mendengar ada anak yang mengeluh dengan cara belajar ini. Mereka
beranggapan hanya tugas dan tugas yang dihadapi. Kadang ada Bapak dan Ibu guru
yang masih belum siap mengajar dengan sistem yang baru. Bahkan sering kita
mendengar ada orang tua yang merasa kesulitan dalam mengendalikan dan
mendampingi anaknya saat belajar.
Namun, jika semua hanya meluapkan energi negatif belaka, maka kita
tidak akan mendapatkan apa-apa. Sebisa mungkin kita harus mencoba mencari
solusi untuk tetap bertahan akibat pandemi yang penuh dengan ketidakpastian ini.
Jika kita menyerah, maka pendidikan anak bangsa yang menjadi pertaruhan. Generasi
pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini hanya akan menjadi sebuah pertanyaan.
Tugas kita adalah “menyuntikkan” kembali semangat kepada semua yang
bersentuhan dengan dunia pendidikan. Mulai dari pemegang kebijakan, pendidik,
orang tua, peserta didik dan lain sebagainya. Terlebih kepada peserta didik. Karena
peserta didik menjadi titik fokus dalam dunia pendidikan.
Butuh orang-orang yang mampu memberikan motovasi dan pendampingan kepada
mereka, agar mereka tetap memiliki semangat untuk belajar. Karena ketika
semangat mereka luntur, maka akan mudah sekali untuk terjerumus dalam kebiasaan
yang kurang mendidik.
Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk menguatkan dan menyuburkan
semangat belajar kepada siswa. Salah satunya adalah dengan menggerakkan
organisasi kepemudaan, Karang Taruna misalnya. Organisasi ini berisi pelajar,
mahasiswa dan pemuda desa. Karang Taruna dapat mengambil peran untuk ikut serta
dalam upaya menguatkan dan menumbuhkembangkan semangat belajar kepada siswa.
Kegiatan yang dapat dilakukan misalnya mengadakan bakti sosial. Tidak
perlu bakti sosial dengan skala besar, namun cukup bakti sosial dengan
membagikan alat belajar. Banyak manfaat yang dapat diambil. Bagi anggota Karang
Taruna akan dapat menghidupkan kembali rasa sosialnya karena belajar berbagi, bagi
yang masih menjadi pelajar dan mahasiswa juga secara otomatis semangat untuk
berpikir dalam hal pendidikan akan berkobar lagi. Malah bagi sasaran bakti
sosial, hal ini dapat menyalakan semangat mereka kembali untuk mau belajar
walaupun dengan cara yang berbeda.
Hal ini terlihat kecil dan sepele. Namun efek positif pada diri yang
bersentuhan langsung dengan kegiatan ini sangat besar. Jika kita akan
mendapatkan hasil yang besar, maka kita harus mau memulainya dengan hal yang
kecil. Dengan begitu, akan timbul sebuah kebanggaan dari hasil perjuangan yang
panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar