Jumat, 03 Juni 2022

BERANIKAH UNTUK BERUBAH?

 

Jurnal Dwimingguan Refleksi Modul 1.1

Selamat datang tantangan. Sembilan hari terakhir memiliki warna baru dalam goresan tinta kehidupan. Rutinitas dalam dunia pendidikan menjadi penuh tantangan. Mengajar, menjalankan tugas tambahan di sekolah bukan lagi satu patokan yang harus dijalankan. Namun, kini bertambah satu warna lagi dengan menjalani aktivitas sebagai calon guru penggerak dalam tahap pendidikan.

Perjalanan untuk menuju tahapan pendidikan calon guru penggerak memang sangat panjang dan penuh dengan likuan. Kini, keinginan itu benar-benar ada di genggaman. Bahkan tak terasa sembilan belas haripun telah terlewatkan.

Sebelum benar-benar masuk dalam tahap pendidikan, banyak informasi yang yang beredar bahwa masa ini adalah masa yang sangat membosankan dan membuat hari-hari kita kelimpungan. Berbagai macam masukan yang seolah-olah membuat keberanian kita menciut tak terhindarkan. Sehingga hampir saja kaki ini tak kuasa menahan keinginan untuk berbalik tidak melanjutkan tahapan usai pengumuman.

Satu, dua, tiga hari berjalan seolah diri ini tidak percaya. Angan tak sesuai dengan kenyataan. Angan kita mengatakan masa pendidikan sangat membosankan, tapi ternyata berbalik sangat menyenangkan. Tapi lagi-lagi masih terpatahkan dengan kalimat “mungkin masih tiga hari”.

Hari pun berlanjut, ternyata hingga sembilan belas hari ini sama sekali belum pernah bertemu dengan kata “membosankan” seperti yang terukir miris di dalam angan. Semua itu bukan tanpa sebab.

Dalam masa pendidikan tahap awal ini, banyak hal yang didapat. Kita bertemu dengan orang-orang yang hebat, dan bahkan dengan cepat kita dapat membangun jejaring untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman. Kita dapat saling berbagi apa yang pernah kita alami, kita pun juga dapat memadukan pemikiran untuk menghasilkan sesuatu yang dapat diimplementasikan di lapangan.

Tidak hanya itu, hal yang lebih penting dalam masa pendidikan tahap awal ini kita diajak untuk merefleksi filosofis pendidikan nasional menurur konsep Ki Hadjar Dewantara. Ternyata setelah didalami betul, konsep Ki Hadjar Dewantara sangat luar biasa. Melihat kondisi yang serba sulit terukur seperti saat ini, dunia pendidikan kita sangat membutuhkan kembali diberlakukannya konsep tersebut.

Ada empat dasar pemikiran Ki Hdjar Dewantara dalam dunia pendidikan yaitu menuntun, kodrat alam dan kodrat sosial, budi pekerti, dan “menghamba” pada murid. Selain itu terdapat juga trilogi pendidikan Ki Hadjar Dewantara Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.

Konsep di atas memiliki penjelasan yang sangat mendalam. Dalam tahapan awal pendidikan ini, konsep di atas dibahas dengan tuntas. Hal ini menambah semangat dan keinginan sebagai pendidik lebih yakin dan berani untuk benar-benar menerapkannya dalam proses pendidikan dan pembelajaran.

Keyakinan memang sudah ada, tetapi keberanian untuk menerapkannya masih sulit terwujud mengingat situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan saat ini. Namun kini, keberanian itu benar-benar tumbuh yang didukung dengan keberadaan konsep dan kebijakan yang ditelurkan pemerintah seiring berkembangnya zaman.

Proses pendidikan calon guru penggerak masih belum genap satu bulan. Ada lebih dari lima bulan lagi harus belajar untuk menempa diri. Bukan sama sekali tanpa kendala dalam menjalaninya. Dengan munculnya hal baru pasti membutuhkan proses beradaptasi dari berbagai sisi. Yang paling utama tentunya penataan jadwal kegiatan di sekolah dan proses pendidikan. Namun, kami tetap yakin seiring berjalannya waktu semua akan baik-baik saja.

Perubahan membutuhkan keberanian. Perubahan juga membutukan sebuah gerakan. Tentunya gerakan nyata untuk desain besar kemajuan bangsa. Jika semua bergerak bersama, memiliki keberanian yang sama, pasti anak didik kita akan tersenyum lega. Karena masa depannya sudah terpampang di depan mata dan tinggal selangkah lagi untuk meraihnya.

 

PINGKAN HENDRAYANA, M.Pd.

Calon Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Trenggalek  Provinsi Jawa Timur


Kamis, 02 Juni 2022

MENYINGKAP TABIR BUKAN TABULA RASA

Banyak ajaran yang telah ditelurkan oleh seorang tokoh besar pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara. Ajaran beliau hari ini sangat dirindukan mengingat sesuai dengan perkembangan zaman masih sangat relevan untuk diimplementasikan menuju kesuksesan.

Setiap anak sebenarnya sudah dianugerahi potensi yang luar biasa sejak lahir. Sehingga dalam prosesnya orang-orang yang bersentuhan langsung dengannya, khususnya pendidik dalam dunia pendidikan memiliki tugas untuk menuntun dan mengarahkan agar potensi tersebut dapat terasah dengan baik.

Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan potensinya. Seorang pendidik yang bijak sudah selayaknya memberikan perlakuan yang berbeda pula sehingga hasilnya pun juga sangat berpeluang untuk tidak sama sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilikinya.

Tapi, sering kali kita dihadapkan pada pemikiran bahwa angka adalah segalanya, dan penyeragaman menjadi kunci dari semuanya. Kadang kita mencoba untuk berontak dari kenyataan, tapi lagi-lagi hal yang terkesan sama telah meruntuhkannya.

Rasa untuk tidak percaya pada diri sendiri kadang masih terus tumbuh subur. Terlebih jika kepercayaan diri itu bertentangan dengan kesamaan pemikiran dan kenyamanan. Sehingga kebenaran yang tertanam pada diri kita meredup kembali secara perlahan.

Namun, akhir-akhir ini muncul semburat sinar ajaran Ki Hadjar Dewantara yang mulai berhembus kembali. Salah satunya adalah konsep siswa bukanlah tabula rasa. Siswa bukanlah ibarat kertas kosong. Tapi siswa sama dengan kertas yang sudah memiliki garis-garis samar. Seorang pendidik memiliki tugas untuk menuntun dan menebalkan garis samar yang akan membawanya menuju sukses di masa depan.

Berbeda bukanlah berarti keliru. Berbeda untuk menuju kebenaran mutlak harus dilakukan. Butuh keberanian untuk bertindak, butuh keberanian untuk bergerak. Pemikiran tokoh besar pendidikan telah menuntun dan mengobarkan semangat kita untuk mencoba dan tidak hanya sekedar mencoba.

Ini adalah sebuah tantangan. Bagaimana keberanian kita tumbuh untuk mendobrak dan membuka tabir bahwa setiap anak memiliki potensi berbeda yang siap untuk diasah.

Saatnya kita benar-benar berada di antara mereka. Belajar bersama, saling memahami potensi dan bersama-sama pula membuka jalan menuju kesuksesesan. Sekali lagi, hanya sebuah keberanian untuk bergerak bersamalah yang mampu meruntuhkan pemikiran bahwa angka adalah segalanya.

Trenggalek, 2 Juni 2022